REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bukittinggi, Provinsi Sumatra Barat, menjajaki kerja sama dengan Pemkot Solo di bidang produksi dan pemasaran batik. Pemkot Bukittinggi ingin mempelajari industri batik di Kota Solo untuk dijadikan contoh.
Wali Kota Bukittingi, Erman Safar, bersama rombongan melakukan kunjungan kerja ke Balai Kota Solo pada Senin (15/11). Rombongan diterima oleh Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, Wakil Wali Kota Teguh Prakosa dan Sekda Ahyani.
Erman mengaku sengaja mendatangi Pemkot Solo dalam rangka menjajaki kerja sama produksi batik dan pemasaran. Pada tahap awal kunjungan tersebut, Pemkot Bukittinggi ingin mempelajari bagaimana cara memproduksi batik sehingga produk-produk yang dihasilkan bisa dipasarkan di level nasional dan internasional. Selain itu, untuk mempelajari agar masyarakat Bukittinggi bisa menjadi pembatik yang profesional. Berdasarkan informasi yang dia terima, di Solo sudah ada sertifikasi untuk pembatik di Solo Techno Park.
"Kami ingin menyontoh Solo karena masyarakat home industrinya sudah ada produk-produk yang go nasional, go internasional. Ini yang ingin kami tiru. Selama ini pelaku usaha kami baru jadi reseller produk-produk dari Jakarta," kata Erman kepada wartawan seusai kunjungan.
Erman menyatakan, di Bukittinggi sudah ada produksi batik, tapi belum sebaik Kota Solo. Selain itu, varian produknya belum banyak. Sebab, para perajin masih memproduksi batik yang dijual dengan harga menengah sampai Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta.
"Di sana ada batik cap, ada tulis. Tapi masih sedikit sekali. Motifnya kalau di sini kan ada filosofi, kalau di sana belum segitunya, baru jam gadang, rumah gadang, belum ada filosofinya. Itu yang ingin kami dapatkan di Solo," jelasnya.
Nantinya, Pemkot Bukittinggi akan mengirim para perajin batik ke Solo untuk berlatih cara memroduksi dan memasarkan produk. Pemkot telah menyiapkan anggaran untuk program tersebut. Setelah menimba ilmu di Solo, para perajin batik akan pulang kembali ke Bukittinggi untuk mengajarkan ilmu yang diperoleh kepada perajin lainnya.
"Kami mengikuti saja arahan pembatik di Solo, bagaimana baiknya produk yang kami buat karena kami mulai dari nol," imbuhnya.
Menurutnya, secara geografis luasan wilayah Bukittinggi lebih kecil dari Solo. Kota yang merupakan tempat kelahiran sang proklamator, Mohammad Hatta tersebut hanya memiliki tiga kecamatan. Sedangkan Solo terdiri atas lima kecamatan. Bukittinggi juga tidak memiliki potensi alam, melainkan menjadi kota wisata. Namun, sampai saat ini belum ada produk yang dihasilkan.
Sementara itu, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, mengucapkan terima kasih kepada Wali Kota Bukittinggi karena Solo sudah dipercaya untuk dijadikan role model untuk membangun industri kerajinan batik. "Beliau ingin mempelajari bagaimana proses produksi batik di Solo," ucap Gibran.
Dalam kesempatan itu, Pemkot Solo mendatangkan para pengusaha dan seniman batik. Sehingga diharapkan ada transfer pengetahuan dari para pengusaha batik kepada rombongan Pemkot Bukittinggi.
"Harapannya nanti ada sebuah transfer of knowledge, kita bisa sharing tentang pengetahuan kita. Di Bukittinggi nanti akan ada kampung-kampung batik yang bermunculan," ujarnya.