Jumat 19 Nov 2021 15:44 WIB

Pemprov Jateng Kaji Formula Ganda Penetapan UMP

Perwakilan buruh sepakat dengan rencana penerapan UMP ganda di Jateng.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Agus raharjo
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat menerima perwakilan organisasi buruh Jawa Tengah, guna membahas kebijakan upah tahun 2022, di kantor gubernuran, Semarang, Senin (15/11). Dalam forum ini terungkap buruh Jawa tengah mendesak kenaikan upahtahun 2022 minimal 10 persen.
Foto:

Gubernur juga mengamini, saat ini memang sedang terjadi anomali di sektor ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 di Jawa Tengah. Sehingga, aturan terkait ketenagakerjaan diharap bisa lebih luwes dalam rangka melindungi kepentingan buruh.

Sehingga kalau nanti normal lagi, umpamanya, kata Ganjar, di tahun 2022 ke 2023 nanti, maka akan bisa diperbaiki. Sekarang sedang dikaji klaster per klaster terkait kemungkinan tersebut. “Sebab kalau tidak menggunakan formula ganda, kita sudah tahu angka kita berapa, rendah banget,” tandasnya.

Selain UMP ganda, orang nomor satu di Provinsi Jawa Tengah ini juga terus mendorong semua perusahaan menerapkan struktur skala upah di masing-masing lingkungan kerjanya. Bagi mereka (pekerja) yang sudah bekerja di atas satu tahun, maka harus disesuaikan gajinya berdasarkan aturan struktur skala upah tersebut. Karena UMP hanya untuk pekerja dengan masa kerja satu tahun (paling sedikit).

“Hal ini sudah kami diskusikan dengan pengusaha dan hanya tinggal kita sepakati formulanya saja. Dan menurut saya inilah yang lebih fair dalam rangka menetapkan upah daerah,” tegas Ganjar.

Sementara itu, Sekretaris Korwil KSBSI Jawa Tengah, Toto Susilo menyampaikan, sangat sepakat dengan rencana penerapan UMP ganda atau yang mereka sebut dengan upah sektoral tersebut. Sebab memang tidak semua perusahaan yang ada di Jawa Tengah, ikut terdampak atau mengalami kerugian saat terjadi pandemi Covid-19.

Faktanya, banyak perusahaan justru maju, membuka kantor cabang, menambah karyawan dan meningkatkan produktivitas. Di satu sisi pengusaha masih berdalih, bahwa kondisi perusahaan sedang dalam situasi yang tidak menguntungkan untuk dapat memenuhi kewajiban menaikkan upah di tengah pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya usai.

Sehingga kenaikan upah yang diharapkan jauh dari keinginan pekerja. “Artinya, tidak tepat bahwa pandemi Covid-19 kemudian dijadikan alasan bagi perusahaan untuk tidak menaikkan upah bagi para pekerja/ buruh,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement