REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tim mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menciptakan drone kapal autonomous pencari korban kecelakaan laut berbasis computer vision yang diberi nama YOLO-Boat. Ketua tim perancang YOLO-Boat, Andreas Raja Goklas Sitorus mengatakan, inovasi ini dirancang untuk membantu tim Search and Rescue (SAR) untuk menghindari bahaya saat proses penyelamatan korban kecelakaan di perairan, terutama di laut.
Andreas dan tim menyadari, terdapat faktor-faktor yang dapat membahayakan tim SAR ketika melakukan penyelamatan di lapangan, seperti cuaca dan lokasi kecelakaan. Alat ini, lanjut Andreas, dirancang untuk dapat bekerja mandiri dalam mendeteksi korban, sehingga mampu meminimalisasi risiko bahaya pada proses penyelamatan.
“Melihat kemungkinan tersebut, kami termotivasi untuk membuat suatu alat yang dapat membantu operasi penyelamatan oleh Tim SAR,” kata Andreas, Kamis (2/13).
Ia menjelaskan, nama YOLO-Boat merupakan akronim dari You Only Live Once. Nama tersebut dipilih dengan tujuan agar kapal ini dapat menjadi harapan bagi para korban. Ia mengatakan, seringkali dalam proses penyelamatan, terlihatnya korban untuk kali pertama adalah satu-satunya kesempatan bagi penyelamat untuk menolong korban.
"Dengan kata lain tidak ada kesempatan kedua. Makna itulah yang melatarbelakangi penamaan kapal penyelamat ini,” ujar Andreas.
Mahasiswa Departemen Teknik Perkapalan tersebut memaparkan, YOLO-Boat menggunakan beberapa teknologi. YOLO-Boat menggunakan lambung kapal katamaran atau lambung dua, di mana lambung ini sudah didesain agar memiliki stabilitas yang baik dalam melakukan misinya.
Pada sistem pendorongnya, lanjut Andreas, digunakan sistem propulsi azimuth yang dapat meningkatkan kapabilitas YOLO-Boat dalam bermanuver di perairan. “Kami juga mendesain sistem elektrikal seefisien mungkin, baik dari sistem kontrol maupun manajemen power kapal,” kata Andreas.
Selain itu, dalam operasionalnya YOLO-Boat menggunakan Robot Operating System (ROS) sebagai kerangka kerja utama. Kapal ini menggunakan beberapa sensor yang berfungsi untuk memberikan data lokasi dan orientasi yang nantinya digunakan dalam guided navigation YOLO-Boat.
Dalam penggunaan teknologi Computer Vision, dibuat model object detection khusus, yakni arsitektur YOLOv4 berbasis Convolutional Neural Network (CNN). “Pada operasionalnya, computer vision inilah yang mengidentifikasi dan memungkinkan YOLO-Boat untuk datang mengamankan korban,” ujar Andreas.
Andreas memastikan, sebelum diujikan ke lapangan, YOLO-Boat terlebih dahulu diuji algoritmanya dengan menggunakan simulator agar dapat memprediksi pelaksanaan operasi penyelamatan. YOLO-Boat juga dilengkapi dengan sistem User Interface untuk penyesuaian parameter pada saat pengujian serta membantu dalam proses pemantauan.
Dalam penerapannya, YOLO-Boat harus dibawa terlebih dahulu menggunakan kapal penyelamat ke perairan yang ditetapkan sebagai lokasi kecelakaan. Kemudian YOLO-Boat akan dilepaskan ke laut dan memulai proses pencarian korban. Ketika korban terdeteksi, YOLO-Boat akan memberikan pelampung kepada korban.
Setelah itu, YOLO-Boat mengirimkan sinyal kepada kapal penyelamat untuk datang menghampiri lokasi korban yang ditemukan. “Idealnya akan dibutuhkan banyak YOLO-Boat yang bekerja sama untuk meningkatkan efektivitas penyelamatan korban,” ujar Andreas.
Keefektifan YOLO-Boat dalam mengidentifikasi korban dibuktikan dengan kemampuannya yang dapat mendeteksi korban meskipun bagian tubuh korban yang dapat muncul di permukaan laut hanya wajahnya saja. YOLO-Boat ini dapat beroperasi 44 menit dengan jarak tempuh maksimal 6.780 meter.
“Kami juga telah banyak berdiskusi dengan Badan SAR Nasional (BASARNAS) Indonesia dan menampung masukan terkait potensi beserta kelemahan yang mungkin terjadi pada saat YOLO-Boat dipakai di lapangan,” kata Andreas.