REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Padjadjaran (Unpad) menggelar International Office Conference (IOC) 2021. Dilaksanakan bekerja sama Kementerian Dikbud Ristek dan Forum Kantor Urusan Internasional (KUI) Indonesia.
Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Dikbud Ristek, Nizam berharap, konferensi membahas kemungkinan kerja sama antara universitas di Eurasia dan luar negeri. Lalu, mempercepat pertukaran mahasiswa untuk memperkuat kewarganegaraan global.
"Berharap tercipta kerja sama yang lebih erat antar institusi di Asia dan luar negeri dapat diperkuat," kata Nizam dalam acara yang mengangkat tema Indigenous Culture, Global Mobility and Internationalization in Higher Education, Senin (6/12).
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Unpad, Prof Arief Sjamsulaksan Kartasasmita mengatakan, kolaborasi strategis antara Unpad dan UII ini dalam mengadakan konferensi internasional akan menjadi salah satu terobosan bangsa.
Termasuk, lanjut Arief, untuk merangkul mitra-mitra di luar negeri dan mengatur ulang strategi bersama dalam hadapi tantangan pandemi Covid-19. Ia berharap, pelaksanaan IOC akan memberikan pengalaman, pengetahuan, dan perspektif baru. "Tentang internasional selama dan setelah pandemi," ujar Arief.
Senada, Wakil Rektor Bidang Networking & Kewirausahaan UII, Ir Wiryono Raharjo menuturkan, IOC dikembangkan untuk menanggapi kebutuhan dialog antara aktivasi internasionalisasi pendidikan tinggi. Ini penting untuk memperkuat kapasitas.
Ia menilai, kita perlu bekerja sama untuk meningkatkan kapasitas dan jumlah KUI di Tanah Air. Wiryono berharap, IOC bisa memberikan banyak wawasan dalam rangka memperkuat kapasitas kantor internasional dan untuk mempengaruhi banyak orang.
Ia menjelaskan, saat ini di Indonesia ini terdapat Forum KUI dengan anggotanya sekitar 250 universitas. Setiap tahun diadakan pertemuan, tapi karena pandemi sudah dua tahun terakhir tidak ada pertemuan dan ini jadi kali pertama digelar.
Kegiatan IOC diselenggarakan 3-4 Desember 2021 terdiri dari pre-conference dan conference. Ia menilai, peran KUI penting sebagai motor internasionalisasi perguruan tinggi yang jadi katalis, sehingga forum ini akan semakin dibutuhkan.
Meski begitu, saat ini Forum KUI baru beranggotakan sekitar 250 universitas. Padahal, di indonesia ada sekitar 4.000 kampus. Kendala internasionalisasi ini butuh dukungan SDM dan pembiayaan yang tidak semua perguruan tinggi miliki. "Ini menjadi tantangan kami untuk bekerja sama," kata Wiryono.
Tantangan berikutnya menguatkan universitas luar anggota Forum KUI. Misalnya, ketika ada hibah dari Eropa, universitas-universitas anggota bisa merangkul mereka dan itu menjadi salah satu cara yang selama ini sudah dilakukan.
"Kalau di DIY sudah cukup kuat. Memang tidak semuanya, tapi mungkin hampir 80 persen mereka memiliki strategi internasionalisasi. DIY memang salah satu yang menjadi barometer," ujar Wiryono.