REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Perempuan memiliki peran strategis di masa pandemi Covid-19, terutama dalam ketahanan ekonomi keluarga. Di saat kemiskinan semakin meningkat akibat banyaknya masyarakat yang terdampak pandemi, perempuan justru menjadi sosok dalam menyangga ekonomi keluarga.
Menurut Ketua PP 'Aisyiyah Bidang Ekonomi, Latifah Iskandar mengatakan, ada 36 persen perempuan Indonesia yang menjadi penyangga ekonomi keluarga selama pandemi. Tentunya, angka ini terbilang cukup tinggi, mengingat banyaknya kaum laki-laki yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi.
"36 persen (perempuan yang menjadi penyanga ekonoli keluarga) itu di sektor informal," kata Latifah dalam talkshow yang digelar Republika secara virtual dengan tema 'Peran Perempuan dalam Penguatan Ekonomi di masa Pandemi', Senin (20/12).
Tidak hanya menjadi penyangga ekonomi keluarga, perempuan tersebut juga harus membagi waktunya dengan hal lain seperti mengurus rumah dan mendampingi anak. Terlebih, di masa pandemi pembelajaran dilakukan dengan jarak jauh atau secara daring.
Sebagai ibu, perempuan pun dituntut untuk dapat mendampingi anaknya. Sementara, tidak semua perempuan yang memiliki kemampuan untuk dapat mendampingi anak dengan baik.
Dilemanya, kata Latifah, banyak juga perempuan yang kesulitan karena kurangnya peralatan untuk menunjang pendidikan anak. Terutama terkait gadget yang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran daring.
Bahkan, Latifah juga menyebut bahwa perempuan yang menjadi kepala keluarga juga meningkat akibat pandemi. Hal ini dikarenakan perempuan yang ditinggal oleh suaminya akibat terpapar Covid-19.
Menurut Latifah, perempuan yang menjadi kepala keluarga meningkat hingga 55 persen selama pandemi. Dalam hal ini, terlihat jelas peran perempuan yang sangat sentral dalam ketahanan keluarga.
"Perempuan memiliki peran penting untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Di era Covid-19 timbul masalah ekonomi, kesehatan, sosial hingga pendidikan. Pandemi membuat perempuan luar biasa," ujar Latifah.
Di bidang kesehatan, juga terbukti bahwa perempuan berkontribusi banyak dalam penanganan pandemi. Hal ini terbukti dari 70 persen tenaga kesehatan yang merawat pasien Covid-19 merupakan perempuan.
Di tengah perannya yang sentral, mirisnya perempuan hingga saat ini masih mengalami kekerasan. Selama pandemi, 'Aisyiyah sendiri mencatat bahwa kekerasan terus meningkat yang salah satu pemicunya yakni ekonomi.
Organisasi perempuan Islam terbesar di Indonesia tersebut juga melakukan upaya pendampingan bagi perempuan yang mengalami kekerasan. Termasuk bantuan-bantuan hukum yang diberikan bagi perempuan korban kekerasan.
"(Perempuan jadi korban kekerasan) Karena suaminya banyak yang kehilangan pekerjaan. Saya pernah wawancara langsung, ternyata suaminya di-PHK dari Kalimantan dan disini (di Yogya) mau kerja bingung, masih bawa uang tetapi bertahannya hanya berapa lama," jelasnya.
Untuk menangani permasalahan yang saat ini masih terus terjadi di tengah perempuan Indonesia, harus menjadi perhatian bersama. Permasalahan ini tidak hanya menjadi konsen bagi kaum perempuan saja, namun pemerintah dan masyarakat luas juga diharapkan untuk memberikan perhatian yang lebih dalam menyelesaika berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan.
"Harus ditangani bersama-sama, ta'awun dalam kebaikan. Mengatasinya harus ada pihak lain, orang ketiga yang membantu seperti kekuatan internal ketetanggaan harus baik dan saling peduli. Mudah-mudahan semangat untuk gotong royong dan silaturrahmi tetap ada, walaupun dari rumah," kata Latifah.
Ta'awun juga dinilai menjadi modal sosial yang penting dalam menghadapi berbagai permasalahan yang terjadi akibat pandemi. Meskipun berbagai permasalahan masih ada, namun sifat ta'awun masih dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
'Aisyiyah sendiri, kata Latifah, juga terus mendorong gerakan ta'awun, terutama di masa pandemi. Melalui gerakan ini, diharapkan kedepan permasalahan yang masih terus terjadi dapat diselesaikan dengan kontribusi dari berbagai pihak.
"Kita harus bersama-sama menghadapi kondisi mengharu biru, ada hikmah dibalik (pandemi) itu karena perempuan punya modal sosial yang luar biasa," tambahnya.