REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Bupati Nganjuk nonaktif Novi Rahman Hidhayat menyampaikan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan yang disampaikan jaksa penuntut umum dalam perkara yang menjeratnya terkait kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Nganjuk. Dimana sebelumnya Novi dituntut 9 tahun penjara oleh Jaksa.
Dalam nota pembelaan yang disampaikan, Novi menilai kasus dugaan suap yang membelitnya ini penuh dengan rekayasa. Ia bahkan menuding ada pihak-pihak tertentu yang berupaya mengkriminalisasi dirinya. Hal itu dibuktikan dengan beberapa indikator. Di antaranya, terkait proses penangkapan terdakwa yang dilakukan sewenang-wenang dan tidak dilengkapi alat bukti yang cukup dan sah.
"Bahwa secara nyata terdakwa tidak dalam posisi tertangkap tangan menerima uang dari siapapun juga. Tetapi terdakwa ditangkap saat berbuka puasa," kata kuasa hukum terdakwa Novi, Tis'at Afriyandi yang membacakan nota pembelaan kliennya di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (30/12).
Kedua, lanjut Tis'at adanya upaya pemaksaan barang bukti berupa uang Rp11 juta dari saksi Jumali sebagai awal pengungkapan kasus ini. Padahal, dalam tuntutan JPU minta kepada majelis hakim untuk mengembalikan uang tersebut kepada saksi Jumali.
"Ini yang aneh, uang Rp11 juta yang diserahkan Jumali sebagai bukti awal justru minta dikembalikan oleh JPU. Ini menunjukkan uang tersebut bukan sebagai bagian dari barang bukti tindak pidana," ujarnya.
Tis'at pun kembali menjelaskan soal uang yang disita jaksa dalam brankas Novi. Uang tersebut dianggap tidak bisa dibuktikan oleh jaksa, sepanjang persidangan terkait dengan suap dan gratifikasi sebagaimana dalam dakwaan. Sebagaimana fakta dalam persidangan, uang itu justru terbukti sebagai uang hasil deviden terdakwa yang akan digunakan untuk membayar kebutuhan selama puasa dan lebaran.
"Itu jadi titik tekan kami jika uang dalam brankas yang disita oleh aparat bukan merupakan hasil tindak pidana. Tetapi merupakan uang hasil keuntungan perusahaan milik Novi yang akan digunakan untuk membayar zakat, sembako dan kebutuhan lebaran lainnya," kata dia.
Tis'at menyebut sejumlah alat bukti yang diperoleh penyidik Bareskrim pada 9 Mei 2021 tidak disertai dengan validitas administrasi. Mulai dari tidak adanya surat penangkapan, penggeledahan, hingga penyitaan. Bahkan, baru dilengkapi setelah hal tersebut dilaksanakan.
"Administrasi penyidikan baru dibuat setelah itu, tanggal 10 dan 11 (Mei 2021). Lalu, dasar apa dia menangkap? kan Novi tidak OTT, itu yang menjadi kejanggalan," kata dia.
Menurutnya, prosedur penangkapan serta pemeriksaan para saksi juga diarahkan oleh penyidik. Sebab, sebagian saksi dalam persidangan menyampaikan beragam fakta. Mulai dari mengalami tekanan, diarahkan, hingga merasa apa yang disampaikan dalam BAP tak sesuai dengan yang dibuka dalam persidangan.
"Saksi juga mencabut BAP, karena sudah menceritakan kejadian sebenarnya dalam sidang dan tidak ada arahan dari bupati Novi dan mengakui selama proses penyidikan ditekan dan diarahkan," kata dia.
Maka dari itu dalam ia memohon kepada majelis hakim agar kliennya dapat dibebaskan dari segala tuntutan jaksa. Ia juga memohon kepada majelis hakim agar JPU segera mengeluarkan terdakwa dari tahanan.