REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Daerah (Pemda) DIY tengah merancang pusat kreativitas dan krisis anak sebagai upaya untuk mengatasi kenakalan dan kejahatan jalanan (klitih). Program-program yang dijalankan di pusat kreativitas dan krisis anak ini nantinya akan dilakukan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY.
"Pemda sudah merancang akan dibangunnya sebuah pusat, nanti namanya akan didiskusikan lebih lanjut. Tapi itu pusat kreativitas dan krisis untuk anak," kata Kepala DP3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi kepada Republika saat ditemui di kantornya beberapa waktu lalu.
Erlina mengatakan, pusat kreativitas dan krisis anak ini direncanakan akan dioperasikan pada 2023 mendatang. Meskipun begitu, jika sudah dimungkinkan untuk menjalankan program-program yang saat ini disusun, maka pada 2022 program tersebut sudah bisa mulai dijalankan.
Dari program yang akan dijalankan nantinya dalam mengatasi klitih, Erlina menyebut, akan dilakukan secara menyeluruh. Dengan begitu, semua aspek tidak hanya anak yang akan difokuskan dalam program-program yang tengah disusun.
"Program kami nantinya dalam penanganan klitih itu multi, artinya mulai dari anak sendiri digarap, keluarganya digarap paralel, masyarakat sekitarnya juga digarap, kemudian sekolah jua kami garap," ujar Erlina.
Pihaknya juga bekerja sama dengan berbagai instansi dalam rangka mengatasi klitih yang masih marak terjadi di DIY. Selain itu, pihaknya juga bekerja sama dengan perguruan tinggi yang fokus pada pemenuhan hak dan perlindungan anak.
"Kampus dan semua sumber dayanya (diajak) untuk bisa menambah kemampuan kami bersama-sama (menangani klitih), karena ini tanggung jawab bersama, termasuk media," jelasnya.
Termasuk menggandeng psikolog, sosiolog konselor ketahanan keluarga hingga satgas perlindungan perempuan dan anak di DIY. Diharapkan, kolaborasi ini dapat menekan angka klitih dan menjauhkan anak dari kenakalan dan kejahatan jalanan.
"Sehingga diharapkan semuanya itu bisa menyembuhkan (anak dari kenakalan dan kejahatan jalanan). Anak-anak ini kasihan kalau mereka dewasanya tetap menjadi orang yang tidak bisa bersama-sama dengan masyarakat lain, kami prihatin disitu," tambah Erlina.
Sasaran anak yang akan dibina dan dibimbing di pusat kreativitas dan krisis anak ini merupakan mereka yang masuk dalam geng-geng yang rentan melakukan kenakalan dan kejahatan jalanan. Termasuk mereka yang merupakan pelaku dan sudah menjalani masa hukuman.
"Sudah menjalani masa hukumannya tetapi hasil asesmen memerlukan tindak lanjut untuk pembentukan mental, nilai-nilai dan sebagainya itu sangat mungkin dimasukkan kesitu (pusat kreativitas dan krisis anak). Pokoknya sampai mereka itu bisa sampai di masyarakat, menjadi orang yang berguna," katanya.
Erlina menegaskan, penanganan anak yang sudah melakukan kejahatan jalanan juga tidak dapat dilakukan dengan cara kekerasan. Justru, katanya, penanganan anak ini harus dilakukan dengan cara yang memanusiakan, meningkatkan harga diri, memfasilitasi anak untuk dapat menyalurkan bakat dan minatnya.
"Berdasarkan pengalaman dari lembaga-lembaga yang sudah berhasil mengubah pola pikir, mengubah perilaku menjadi baik dari kelompok yang sudah bertahun-tahun (melakukan kejahatan jalanan), butuh waktu yang lama tapi tidak dengan cara kekerasan," ujarnya.
Polda DIY sebelumnya sudah menyebut bahwa kenakalan dan kejahatan jalanan meningkat pada saat kasus terkonfirmasi positif Covid-19 sudah landai. Pasalnya, sudah banyak terjadi perkumpulan di saat landainya kasus Covid-19.
Terlebih, vaksinasi Covid-19 yang sudah cukup tinggi juga membuat geng-geng sekolah dan geng motor mulai beraktivitas. "Waktu pandemi Covid-19 ini tinggi, tidak ada dia begitu (berkumpul-kumpul). Sekarang (kasus) agak turun dan sudah tervaksinasi semua, akhirnya mulai dia kumpul-kumpul dan sebagainya," kata Wakapolda DIY, Brigjen Pol R Slamet Santoso.
Slamet menjelaskan, pada 2021 terjadi kenaikan jumlah klitih di DIY dibanding 2021. Setidaknya, jumlah laporan yang sudah masuk ke Polda DIY selama 2021 mencapai 58 kasus dengan jumlah pelaku sebanyak 102 orang.
"Modus operasi dari 58 kasus tersebut terdiri dari penganiayaan 32 kasus, senjata tajam 25 kasus dan pengrusakan sebanyak satu kasus," ujarnya.
Dari 58 kasus tersebut, pihaknya baru menyelesaikan 40 kasus. Slamet menuturkan, sebagian besar pelaku klitih ini dilakukan oleh pelajar yang mencapai 80 orang dan 22 orang lainnya merupakan pengangguran.
Sedangkan, dilihat di tahun 2020 terlihat ada turun dari tahun 2021 yakni tercatat 52 kasus klitih di DIY. Dari 52 kasus ini, pelaku klitih mencapai 91 orang. "Kasus yang kita selesaikan di 2020 sebanyak 38 kasus dari total laporan sebanyak 52 kasus," jelas Slamet.