Kamis 09 Oct 2025 17:34 WIB

Perwira Polisi Raih Doktor UII, Formulasi Penanganan Terpadu Klitih di DIY Jadi Sorotan

Klitih disebut sebagai gejala sosial yang mencerminkan krisis identitas remaja.

Rep: Maruka Bauw/Juli Suhaidi/ Red: Fernan Rahadi
Fenomena klitih yang kerap menggegerkan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kini mendapat kajian mendalam melalui disertasi doktor. Made Wira Suhendra, perwira menengah kepolisian, berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum ke-195 dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) pada Sidang Terbuka Promosi Doktor, Selasa (7/10/2025).
Foto: Maruka Bauw
Fenomena klitih yang kerap menggegerkan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kini mendapat kajian mendalam melalui disertasi doktor. Made Wira Suhendra, perwira menengah kepolisian, berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum ke-195 dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) pada Sidang Terbuka Promosi Doktor, Selasa (7/10/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Fenomena klitih yang kerap menggegerkan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kini mendapat kajian mendalam melalui disertasi doktor. Made Wira Suhendra, perwira menengah kepolisian berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum ke-195 dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) pada Sidang Terbuka Promosi Doktor, Selasa (7/10/2025).

Dalam disertasinya berjudul Formulasi Penanganan Terpadu Kejahatan Klitih di Daerah Istimewa Yogyakarta: Analisis dan Evaluasi Model Penanganan, Made menguraikan klitih bukan sekadar kejahatan jalanan biasa, melainkan gejala sosial yang mencerminkan krisis identitas remaja. Penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi berharga bagi hukum pidana dan kebijakan publik di tengah maraknya kasus kekerasan remaja di Yogyakarta.

Klitih: Ekspresi Krisis Identitas Remaja, Bukan Hanya Kriminalitas

Made menjelaskan bahwa klitih lahir dari subkultur menyimpang di kalangan pelajar, di mana tindakan kekerasan bukan untuk keuntungan ekonomi, melainkan pencarian pengakuan dan dominasi antarremaja. "Fenomena ini menunjukkan kegagalan sistem sosial dalam menanamkan nilai, disiplin, dan tanggung jawab kepada generasi muda," ungkap Made dalam paparannya.

Penelitian menemukan faktor pemicu utama seperti lemahnya kontrol sosial, pola pengasuhan keluarga yang kurang efektif, krisis figur otoritas, serta minimnya pendidikan karakter di sekolah. Data psikologis forensik terhadap pelaku mengungkap bahwa banyak dari mereka kehilangan figur ayah, kurang komunikasi keluarga, dan terpapar lingkungan permisif terhadap kekerasan.

Mengadopsi pendekatan sosio-legal dengan teori Differential Association, Anomie Theory, dan Behavioral Theory of Crime, Made menggambarkan klitih sebagai interaksi kompleks antara faktor individu, sosial, dan struktural. "Ini bukan hanya urusan polisi, tapi juga pendidikan, keluarga, dan budaya masyarakat," katanya.

Model Penanganan Terpadu: Preventif, Kuratif, dan Rehabilitatif

Untuk mengatasi klitih, Made merumuskan model penanganan terpadu berbasis kolaborasi multisektoral dengan tiga pilar utama. Pertama, preventif melalui pendidikan karakter, penguatan kontrol sosial di sekolah dan keluarga, serta revitalisasi nilai budaya damai. Kedua, kuratif dengan penegakan hukum yang adil, tetap berpegang pada prinsip perlindungan anak. Ketiga, rehabilitatif lewat program reintegrasi sosial dan psikososial bagi pelaku.

Made menekankan pentingnya kebijakan humanis terhadap pelaku remaja. "Penegakan hukum harus diimbangi dengan pendekatan sosial, agar klitih bisa dibasmi dari akarnya melalui rekonstruksi sosial," katanya.

Data Empiris: Tren Klitih Meningkat di DIY

Berdasarkan data Polda DIY periode 2020–2025 yang dikumpulkan Made, kasus kejahatan jalanan melonjak dari 43 kasus pada 2020 menjadi lebih dari 100 kasus di 2025. Mayoritas pelaku berusia di bawah 20 tahun dan masih berstatus pelajar. Jenis kejahatan dominan meliputi kepemilikan senjata tajam, pengeroyokan, dan penganiayaan, dengan puncak kejadian pada malam hari.

Faktor penghambat termasuk ketidakkonsistenan kebijakan akibat pergantian pejabat di kepolisian dan pemerintahan daerah, yang menyulitkan strategi jangka panjang.

Rekomendasi Kebijakan dan Kontribusi Akademik

Disertasi ini merekomendasikan pemerintah daerah membentuk Perda khusus penanganan kejahatan jalanan anak, termasuk task force lintas sektor melibatkan aparat hukum, sekolah, Dinas Sosial, dan organisasi masyarakat. Sinkronisasi antara hukum pidana dan kebijakan sosial dianggap krusial untuk membangun ketahanan sosial.

Secara akademik, penelitian Made memperkaya literatur hukum pidana dengan pendekatan interdisipliner, menjadikan klitih sebagai gejala sosial yang perlu respons holistik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement