REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota Yogyakarta berencana menggelontorkan anggaran Rp15 juta per kelurahan, mulai tahun depan, yang digunakan untuk pengelolaan sampah, khususnya sampah organik.
"Rencana ini sudah masuk dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Tujuannya, supaya ada gerakan besar yang dilakukan secara serentak untuk pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto di Yogyakarta, Jumat (11/2/2022).
Menurut dia, fokus pengelolaan sampah di kelurahan lebih ditujukan untuk sampah organik, karena hampir 60 persen sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan adalah sampah organik dan sisanya sampah anorganik.
Melalui anggaran yang disiapkan, Sugeng menyebut terdapat berbagai kegiatan pengelolaan sampah organik yang bisa dilakukan secara mandiri oleh masyarakat, seperti pembuatan kompos, biopori atau maggot. "Sebenarnya, sudah banyak yang melakukan upaya pengelolaan sampah organik, tetapi yang dibutuhkan adalah gerakan bersama di seluruh wilayah yang dilakukan serentak, sehingga hasilnya optimal," katanya.
Sugeng berharap, melalui kegiatan pengelolaan sampah mandiri yang dilakukan di tingkat kelurahan tersebut dapat mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA Piyungan. "Jika ada pengurangan dua persen saja, itu sudah cukup banyak, karena dalam sehari rata-rata ada 370 ton sampah yang dibuang ke TPA Piyungan," katanya.
Kota Yogyakarta, lanjut Sugeng, tidak bisa selamanya mengandalkan TPA Piyungan sebagai tempat pembuangan akhir sampah, terlebih kondisi TPA yang berada di Kabupaten Bantul tersebut sudah melebihi kapasitas. "Ketinggiaan tumpukan sampah di TPA Piyungan sudah mencapai 140 meter. Sudah bisa dibilang overload dan untuk mencari lokasi baru yang difungsikan sebagai TPA bukan pekerjaan mudah," katanya.
Sugeng menambahkan, pengelolaan sampah organik bahkan bisa dilakukan sejak dari sumbernya, yaitu rumah tangga atau dari sampah dapur dan sisa makanan, dengan mengubah pola konsumsi yang "hemat" sampah. "Beberapa bank sampah di Kota Yogyakarta juga sudah mengelola sampah organik. Dan ada pula yang ditampung pemulung yang kemudian memanfaatkannya untuk pakan ternak, khususnya babi," katanya.
Dengan demikian, Sugeng menyebut, sampah organik juga memiliki nilai tambah apabila dikelola dengan baik dan menggunakan teknologi yang tepat. Pada 2025, Kota Yogyakarta menargetkan dapat mengurangi 30 persen produksi sampah dan menangani 70 persen sampah yang dihasilkan.
"Pengurangan sampah bisa dilakukan dengan cara diserap bank sampah, dikelola mandiri atau juga diserap pemulung, sedangkan penanganan sampah adalah kegiatan menangani sampah dari TPS ke TPA," katanya.
Ia optimistis dapat mengurangi 30 persen sampah pada 2025, sedangkan untuk penanganan sampah sudah bisa dilakukan hingga lebih dari 70 persen, karena hampir semua sampah sudah bisa dibuang ke TPA Piyungan.