Jumat 25 Feb 2022 22:57 WIB

UGM Kembangkan Pewarna Tekstil dari Kayu Merbau Papua

25 mahasiswa tengah mengembangkan industri pemanfaatan potensi SDA.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
UGM Kembangkan Pewarna Tekstil dari Kayu Merbau Papua (ilustrasi).
Foto: KBRI Roma
UGM Kembangkan Pewarna Tekstil dari Kayu Merbau Papua (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Diperkirakan 90 persen lebih pengrajin dan industri tekstil di Indonesia masih memakai pewarna sintetis dalam memproduksi produk tekstil. Bahkan, bahan baku pewarna sintetis itu diimpor dengan kapasitas besar dan bernilai sangat tinggi.

Padahal, pewarna sintetis yang mengandung gugus azo, amino aromatik, naftol, asam, basa, direct dan senyawa reaktif sudah dilarang sejak 1 Juni 1996. Sebab, pewarna itu bersifat karsinogen yang sangat berbahaya bagi pengguna dan bagi lingkungan.

Baca Juga

Pada awal abad 20, Indonesia merupakan penguasa pasar pewarna alami biru Indigo terbesar dunia. Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah yang merupakan bahan baku pewarna alami, tapi sampai saat ini potensi itu belum termanfaatkan baik.

"Hampir semua daerah di Indonesia memiliki budaya penggunaan pewarna alami dan SDA sebagai bahan baku pewarna alami. Kita memiliki kekayaan sumber daya pewarna alami secara turun temurun," kata peneliti pewarna alami UGM, Prof Edia Rahayuningsih.

Itu disampaikan usai peresmian miniplant pewarna alami di Gedung Pusat UGM. Edia bersama enam peneliti dibantu tiga peneliti dari mitra industri dan 25 mahasiswa tengah mengembangkan industri pemanfaatan potensi SDA untuk pewarna alami itu.

Tim tergabung Indonesia Natural Dye Institute (INDI) UGM, melakukan hilirisasi produk purwarupa atau teknologi bersama CV Karui Jayapura. Membangun miniplant produksi serbuk pewarna alami, limbah industri penggergajian dari kayu Merbau di Jayapura.

"Limbah dari hasil hutan ini sangat potensial digunakan sebagai sumber bahan baku industri pewarna alami," ujar Edia.

Sebagai Ketua Tim INDI UGM, Edia menyebut, produk samping dan limbah hasil hutan di Papua bisa mencapai 20-40 persen dari total massa pohon. Sayangnya, selama ini belum dimanfaatkan optimal, dibuang saja atau dibakar, sehingga menjadi masalah.

Tim mengirim alat untuk miniplant bersumber Program Dana Padanan atau Matching Fund ke Papua. Pada 2021, Batch 9 Kedaireka Dikti dan dilaksanakan dengan pengawalan Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM dan dana dari mitra.

Saat ini, mereka telah memproduksi alat untuk pengolahan serbuk alami tersebut yang dikelola oleh CV Karui Jayapura. Ide menerangkan, serbuk pewarna alami ini bisa mencapai 1,4 kuintal per hari karena bahan baku di Jayapura memang melimpah.

"Berharap miniplant produk serbuk pewarna alami pewarna alami bisa dikembangkan ke tahap komersialisasi dari dukungan pemerintah, industri dan komunitas agar bisa digunakan oleh para pengrajin batik, industri tekstil dan mendukung program SDGs," kata Edia.

Rektor UGM, Prof Panut Mulyono, mengapresiasi dimulainya produk serbuk pewarna alami yang di Jayapura tersebut. Bisa menggerakkan perekonomian masyarakat kerana bisa memasok bawah baku pewarna alami untuk pengrajin batik dan industri tekstil.

"Pewarna alami ini bisa menjadi substitusi dari pewarna sintetis dan harapannya kita kedepan bisa menjadi eksportir untuk pewarna alami," ujar Panut.

Inisiator INDI UGM, Ika Dewi Ana menerangkan, sebelum hasilkan miniplant produk serbuk pewarna alami, peneliti selama ini sudah bekerja keras. Terutama, dalam mengembangkan teknik industri untuk menghasilkan pewarna alami yang berkualitas.

"Dari mengorek sejarah, filosofi dan teknik industri pewarna alam sampai meneliti kestabilan warna agar tidak cepat luntur saya kira inovasi pewarna alami ini jadi bagian dari teknologi masa depan," kata Ika.

Direktur CV Karui Jayapura, Alexander Sorondanya, mengaku sangat bersyukur sekali saat pertama diajak bekerja sama peneliti UGM. Sebab, tidak menyangka limbah kayu Merbau yang dibuat ternyata bisa dimanfaatkan sesuatu yang berguna bagi tekstil.

"Tidak terpikirkan sebelumnya, setelah bertemu Bu Edia kita diberitahu tentang  potensi Merbau bisa diolah menjadi zat pewarna alami," ujar Alexander. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement