REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Erik Hadi Saputra (Kaprodi Ilmu Komunikasi dan Direktur Kehumasan & Urusan Internasional, Universitas AMIKOM Yogyakarta)
Pembaca yang kreatif, ketika memberi motivasi dalam muhasabah yang dilaksanakan oleh SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta pada Kamis (3/3) untuk siswa kelas XII, saya mengawali dengan satu kalimat inspiratif, “Kebahagiaan adalah kesetiaan”. Kalimat ini diambil dari pengantar penulis novel bestseller Tere Liye yang diterbitkan Republika pada 2006 yang berjudul Moga Bunda Disayang Allah.
Apa sajakah kebahagiaan itu? Sebelum menjawabnya, Anda harus memahami bahwa bisa saja saat ini sebagian orang sudah tidak percaya lagi dengan hal ini. Sepertinya keadaan yang mereka alami membuat mereka pupus harapan dengan kata-kata ini. Pernah saya membaca seseorang yang berkomentar di medsos, "Kalimat seperti ini adalah iming-iming agar Anda tidak menuntut gaji yang besar. Berapapun yang anda terima, maka Anda harus menerimanya. Itulah cara agar Anda tidak menuntut dengan apa yang Anda terima."
Pembaca yang kreatif, jika Anda ingin belajar apa saja itu, maka Anda perlu membuka pikiran Anda dengan meyakini bahwa ini sebenarnya juga pembelajaran dari orang tua kita dulu. Pertama, adalah setia berbuat baik. Ingatlah feed yang banyak Anda temui di medsos tentang ‘jangan pernah lelah berbuat baik!”
Memang di tengah perjalanan, ada saja tantangan kita untuk tidak konsisten dengan berbuat baik tadi. Apalagi pada saat bersamaan kita menemui orang yang acuh saja dengan yang kita lakukan. Semua kembali kepada Anda. Berbuat baik itu agar Anda mendapatkan pujian? Atau memang baik itu ya ‘diri Anda’. Tentu hasilnya akan berbeda.
Mengharapkan pujian, berarti berkeinginan apa yang Anda lakukan dihargai, diapresiasi. Anda harus siap-siap kecewa jika penghargaan yang Anda harapkan ternyata tidak anda dapatkan. Berbeda jika baik itu adalah Anda. Orang mau mengapresiasi atau tidak bukan menjadi urusan Anda. Bagi Anda, berbuat baik itu adalah lifestyle bahkan menjadi hobi. Keren juga ya jika kita temui seorang remaja yang ketika dibaca hobinya adalah ‘berbuat baik’, hehe.
Pembaca yang kreatif, kedua, setia dengan indahnya merasa cukup. Cobalah melihat dan membandingkan apa yang anda peroleh dengan yang diterima oleh orang yang secara penghasilan di bawah rata-rata. Kita bersyukur masih memiliki gaji bulanan yang lancar.
Dan Anda juga tentunya memahami dalam kondisi saat ini banyak orang yang sudah tidak memiliki gaji. Bagi yang berwirausaha, lihatlah usaha Anda tetap berjalan dan terpenuhi segala kebutuhan bulanan. Bahkan dalam beberapa bulan penjualan anda surplus.
Namun sesekali, Anda memperoleh pendapatan standar saja. Bahkan pernah dalam satu bulan berada pada titik terendah. Balik lagi, pribadi yang pandai berterima kasih, telah menerima kecukupan dan meyakini berapapun hasil yang diterima tetap itulah pemberian terbaik dari yang Maha Kuasa.
Menyadari pada akhirnya semua akan terpenuhi dan indah pada masanya. Toh, jika kita akumulasi dalam setahun, yang Anda dapatkan ternyata sama banyaknya bahkan berlebih.
Pembaca yang kreatif, ketiga adalah setia atas kecintaan berbagi. Teman saya sempat berpikir untuk tidak perlu berinfak dulu bulan ini di pondok/panti asuhan biasanya, dikarenakan tunjangan yang biasanya pada tanggal ini sudah turun ternyata belum cair.
Kebutuhan bulanan yang semakin menipis sempat membuat dia ragu dengan kebiasaan infak yang dia lakukan. “Jujur, sempat terpikir ah, ga usah infak dulu lah, Allah tau saya lagi butuh. Tapi akhirnya saya tetap ambil keputusan transfer infak, jangan ditunda, dan lupakan. Dan jujur juga, sempat sedikit iman naik turun, sempat ada suara-suara kecil yang bunyi harusnya, kemarin ga infak dulu kali ya.”
Alhamdulillah, kecintaan berbagi mengalahkan keraguannya. Kesetiaannya yang membuat kebahagiaan terus mengalir. Sehat dan teruslah terinspirasi.