REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Potensi gesekan dan konflik sosial antar masyarakat dinilai masih rawan terjadi di Jawa Tengah. Kondisi ini diperparah dengan maraknya polarisasi sikap yang kerap muncul melalui media sosial.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah diminta untuk meningkatkan pengawasan, guna megantisipasi berbagai potensi terjadinya gesekan maupun konflik sosial di daerahnya.
Anggota Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah, Mujaeroni mengatakan, Jawa Tengah memiliki keberagaman, baik suku, agama dan ras dalam struktur sosial masyarakatnya.
Maka perlu adanya peningkatan kewaspadaan dari pemerintah daerah, melalui deteksi dan pencegahan lebih dini. “Termasuk penegakan hukum dalam mengantisipasi potensi konflik social,” ungkapnya, di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (3/3).
Mujaeroni menambahkan sejumlah kasus terkait intoleransi dan kerukunan umat beragama beberapa kali terjadi, meskipun situasi daerahnya relatif terlihat tenang dan adem ayem.
Berdasarkan data dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2018 terjadi 14 kasus terorisme dengan 22 orang ditangkap, sembilan kasus potensi konflik horisontal dan tujuh kasus berkaitan dengan isu agama.
Pada tahun 2019, ada dua kasus berkaitan dengan terorisme di Karanganyar dan Cilacap, empat kasus dengan potensi memunculkan tindakan intoleransi dan konflik horizontal serta empat kasus lainnya berkaitan dengan isu agama.
Kendati secara kuantitas terus menurun, namun potensi kerawanan yang masih ada wajib diwaspadai. Sebab, hingga Juli 2021, ada dua kasus intoleransi di Jawa Tengah, yakni di Jepara dan Kota Semarang.
“Itu belum ditambah dengan potensi konflik yang timbul akibat adanya gap atau ketidakmerataan perekonomian di masyarakat,” tambah legislator Fraksi Partai Gerindra DPRD Provinsi Jawa Tengah ini.
Untuk itu, ia meminta agar pengawasan oleh pemerintah dalam upaya mengantisipasi konflik tak hanya dilakukan di dunia nyata saja, namun juga dilakukan di dunia maya.
Sebab, akhir- akhir ini juga banyak komentar- komentar di media sosial yang berbahaya bagi kerukunan antar umat maupun antar masyarakat.
Kondisi ini harus dipantau dan dijaga jangan sampai masyarakat Jawa Tengah atau bangsa ini menjadi terpecah belah. “Terlebih menjelang tahun politik nanti,” tegasnya.
Kepada masyarakat Jawa Tengah, Mujaeroni juga mengingatkan untuk ikut serta aktif mencegah serta menanggulangi ancaman konflik sosial.
Secara geopolitik, Jawa Tengah berada di tengah- tengah Pulau Jawa sangat rawan terjadi persinggungan sosial baik yang melibatkan individu maupun kelompok.
Termasuk sentimen yang mengatasnamakan suku, agama, ras, dan antarkelompok (SARA). Karena itulah mencegah dan menangani konflik sosial menjadi indikator utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Menurutnya, kewaspadaan dini sangat berguna untuk mendorong terciptanya stabilitas keamanan dalam mengantisipasi berbagai bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pembanunan.
“Dengan begitu, masyarakat akan turut berpartisipasi dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di daerah,” tandasnya.