REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Harga minyak goreng (migor) curah di DIY saat ini masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY menyebut, harga migor curah masih di atas Rp 14 ribu per liter.
Beberapa hari lalu, pemerintah memutuskan hanya mengatur harga curah dengan menetapkan HET sebesar Rp 14 ribu per liter dengan bantuan subsidi. Sedangkan, untuk harga migor kemasan sederhana dan premium dilepas sesuai harga pasar yang sedang tinggi.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag DIY, Yanto Apriyanto mengatakan, tingginya harga migor curah ini terlihat dari berdasarkan pantauan yang dilakukan di tiga pasar. Mulai dari Pasar Beringharjo, Pasar Kranggan dan Pasar Demangan.
Rata-rata, kata Yanto, di tiga pasar tersebut harga migor curah mencapai Rp 18 ribu per liter. Sedangkan, untuk harga migor kemasan sederhana maupun premium rata-rata Rp 24 ribu.
"Sekarang rata-rata harga di Yogya untuk kemasan sekitar Rp 24 ribu di tiga pasar yang dipantau. Di supermarket dan toko ritel Rp 23.600 sampai Rp 26 ribu. Curah, harganya masih belum bisa sesuai HET dari tiga pasar pantauan kita, harganya masih Rp 18 ribu rata-rata," kata Yanto kepada Republika melalui sambungan telepon.
Masih mahalnya harga migor untuk yang curah dikarenakan harga dari distributor ke pengecer hampir mendekati HET. Hal ini menyebabkan harga migor lebih mahal saat sampai ke tangan konsumen.
"Karena dari D2 (distributor 2) atau D3-nya itu harga sudah sangat mepet sekali. Harga kalau dari D2 pasti Rp 13.800 per liter, jadi jatuh ke pedagang tidak mungkin dijual Rp 14 ribu, pasti di atas itu. Sehingga pengecer satu atau pengecer dua dan pengecer tiga rata-rata menjual Rp 18 ribu per liter," jelasnya.
Selain itu, katanya, harga migor curah yang masih belum sesuai HET juga dikarenakan masih dalam masa transisi. Pasalnya, kebijakan pemerintah menetapkan HET untuk migor curah sebesar Rp 14 ribu per liter tersebut baru ditetapkan pekan lalu.
Meskipun begitu, kata Yanto, pihaknya akan terus melakukan pengawasan termasuk memasifkan operasi pasar terkait minyak goreng. Pendekatan secara persuasif pun dilakukan agar harga migor khususnya untuk yang curah dapat sesuai HET dan distribusinya juga tetap sasaran.
"Kita terus pantau dan terus kita melakukan pendekatan kenapa sebabnya harga ini masih tinggi. Sekarang masih masa transisi dan harga yang ada di pasar masih di atas HET, mungkin kami masih perlu pendekatan persuasif. (Kebijakan) Baru beberapa hari, belum bisa menegakkan aturan, kita persuasif dulu, pendekatan humanis," ujar Yanto.
Sementara itu, Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) juga meminta pemerintah untuk memperketat pengawasan terkait HET migor curah dengan harga Rp 14 ribu. Termasuk memastikan agar distribusi migor curah bersubsidi ini tepat sasaran.
"Jangan sampai kelompok konsumen minyak goreng premium mengambil hak konsumen menengah bawah dengan membeli, apalagi memborong minyak goreng non premium yang harganya jauh lebih murah," kata Ketua LYK, Saktya Rini Hastuti.
Menurut Rini, idealnya subsidi migor tersebut sebaiknya bersifat tertutup yakni by name by address. Hal ini, katanya, membuat subsidi pun menjadi tepat sasaran.
Sementara, subsidi terbuka yang dilakukan pemerintah saat ini dinilai berpotensi salah sasaran. Pasalnya, kata Rini, migor murah atau bersubsidi sangat mudah diborong oleh kelompok masyarakat mampu.
"Masyarakat menengah bawah akibatnya kesulitan mendapatkan minyak goreng murah, pemerintah harus belajar dari subsidi pada gas melon," ujarnya.
Rini menegaskan, mutu migor curah juga perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Sebab, subsidi migor curah dinilai perlu diiringi dengan pengawasan mutu dari migor curah yang ada.
"Disamping itu, minyak goreng curah juga cukup ketersediaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menengah bawah," jelas Rini.