REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Warga yang berdomisili di kawasan sekitar TPST Piyungan memblokir akses masuk bagi truk-truk sampah. Pemblokiran ini dilakukan warga yang terdampak limbah sampah khususnya warga di Padukuhan Banyakan, Kabupaten Bantul, dengan memasang tumpukan batu di jalur menuju ke TPST Piyungan.
Pemblokiran dilakukan menyusul aksi yang dilakukan warga pada Sabtu (7/5) kemarin dan meminta agar TPST Piyungan ditutup permanen. Alasan warga melakukan aksi mengingat masalah sampah di TPST Piyungan yang masih belum terselesaikan hingga saat ini.
Salah satunya terkait masalah perizinan pembuangan sampah yang menjadi pertanyaan warga. Warga menyampaikan bahwa kontrak perizinan pembuangan sampah sudah selesai pada Maret 2022.
Hal ini berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor 188/41512 yang dikeluarkan Desember 2021 lalu oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY. Dengan begitu, warga menilai bahwa seharusnya penutupan TPST Piyungan sudah harus dilakukan sejak Maret lalu, namun hingga saat ini pembuangan sampah masih terus dilakukan ke TPST Piyungan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, Kuncoro Cahyo Aji mengatakan, dalam SE tersebut tidak disebutkan adanya penutupan TPST Piyungan pada Maret 2022. Bahkan, katanya, tidak ada kontrak perizinan pembuangan sampah yang dikatakan hanya sampai Maret 2022.
"Surat saya itu tidak menyatakan tutup Maret. Terkait kontrak, kami tidak ada kontrak sampai bulan apa, yang jelas (pembuangan sampah) sangat ditentukan oleh kapasitas dari ketersediaan lahan yang ada," kata Kuncoro kepada Republika, Ahad (8/5/2022).
Kuncoro menegaskan, pihaknya hanya mengasumsikan bahwa TPST Piyungan akan segera ditutup. Hal ini mengingat volume sampah yang masuk tiap harinya sangat besar dan TPST Piyungan menerima sampah tidak hanya dari Kabupaten Bantul, namun juga Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta.
Per harinya, sampah yang masuk ke TPST Piyungan mencapai 500-600 ton di masa sebelum pandemi Covid-19. Namun, pada masa pandemi naik menjadi 756 ton per hari.
Bahkan, sejak masa mudik Lebaran 2022, volume sampah yang masuk juga meningkat yakni mencapai 906 ton per harinya. "Di surat itu mohon untuk dipahami secara keseluruhan, jangan dipenggal. Kami asumsikan akan segera ditutup Maret dengan catatan kalau 700 ton itu bertumpuk terus. Persoalannya ini dinamika sampah lagi," ujar Kuncoro.
Selain itu, pihaknya juga meminta agar masyarakat memindahkan sapi yang ada di TPST Piyungan. Pasalnya, sapi-sapi tersebut dinilai mengganggu dalam dilakukannya penataan sampah di kawasan TPST Piyungan.
"Namanya surat itu ada terdiri dari beberapa kalimat, ada anak kalimat, ada induk kalimat. Intinya adalah, kami mengimbau para pemilik sapi itu memindahkan sapi dari situ karena cukup mengganggu bagi kerja kami untuk penataan. Kalau sapinya terdorong bulldozer bagaimana, mohon untuk dipahami," kata Kuncoro.
Kuncoro menjelaskan, pihaknya juga terus melakukan penataan sampah di TPST Piyungan. Hasilnya, kata Kuncoro, dinilai cukup efektif mengurangi ketinggian tumpukan sampah.
Pihaknya membatasi ketinggian sampah yakni 140 meter dari permukaan laut. Saat ini, ketinggian sampah belum mencapai batas yang ditentukan.
"Kami perkirakan 140 meter tingginya itu, ternyata masih bisa turun sekarang posisi di 136 meter dari permukaan laut. Sehingga masih ada sisa," jelasnya.
Pihaknya pun memperkirakan ketinggian sampah baru mencapai 140 meter sekitar 20-25 hari kedepan. Meskipun begitu, perkiraan ini diasumsikan jika sampah yang masuk sekitar 700 ton per hari.
"Ternyata setelah mudik kan menjadi 900 ton (per hari), kalau ini terus berlangsung dimungkinkan tidak sampai 20 hari, ini hanya main-main asumsi. Nanti kita lihat perkembangannya, yang namanya sampah sangat dekat dengan dinamika kehidupan," katanya.
Sementara itu, Juru bicara warga sekitar TPST Piyungan, Maryono mengatakan, aksi pemblokiran ke TPST Piyungan dilakukan oleh warga Banyakan 3, Ngablak, Watu Gender, Bendo, Nglengkong, perwakilan Banyakan 1 dan Banyakan 2. Aksi dilakukan juga bentuk penolakan dari warga terkait dengan transisi pembuangan sampah ke lahan baru di sebelah utara TPST Piyungan sebesar 2,1 hektare.
"Itu (aksi dilakukan) bukan warga yang terkena dampak secara langsung yang ada di lima RT yang dekat dengan (lokasi) pembuangan. Kami yang lima RT tidak ikut, tapi banyak dari warga Banyakan," kata Maryono kepada Republika.
Menurut Maryono, pemblokiran tersebut juga mengganggu akses bagi warga lainnya. Ia tidak mempermasalahkan dilakukannya pemblokiran truk-truk sampah ke TPST Piyungan, namun diharapkan akses untuk kepentingan warga tetap bisa berjalan.
Pasalnya, kata Maryono, akses jalan umum bagi warga juga menjadi tertutup. Hingga saat ini, pemblokiran akses ke TPST Piyungan dengan batu masih berlangsung.
"Warga masyarakat mengeluhkan ditutupnya akses jalur umum justru diberi batu di tengah-tengah jalan dan mengganggu kepentingan umum. Kemarin pihak kepolisian dan TNI minta pihak masyarakat diam dulu, pihak terkait yang akan menyelesaikan," ujarnya.