Jumat 13 May 2022 15:41 WIB

PMK Meluas, Pakar Duga Ada Impor Hewan Ternak Ilegal

Hewan ternak yang terserang PMK dagingnya tetap aman dikonsumsi.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Fernan Rahadi
Petugas Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang memeriksa kesehatan sapi di salah satu lokasi peternakan di Periuk, Kota Tangerang, Banten, Jumat (13/5/2022). Pemeriksaan tersebut guna mencegah penyebaran wabah virus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak yang sudah merebak di sejumlah daerah.
Foto: ANTARA/Fauzan
Petugas Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang memeriksa kesehatan sapi di salah satu lokasi peternakan di Periuk, Kota Tangerang, Banten, Jumat (13/5/2022). Pemeriksaan tersebut guna mencegah penyebaran wabah virus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak yang sudah merebak di sejumlah daerah.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair), Mustofa Helmi Effendi menjelaskan, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) berasal dari hewan berkuku belah, dari negara yang belum bebas PMK. Virus tersebut, kata dia, bukan berasal dari daging.

Mustofa melanjutkan, meskipun Indonesia mengimpor daging dari India dan Brasil, dalam proses impor yang legal pastinya sudah dilakukan pengecekan oleh Rumah Potong Hewan (RPH). Mustofa pun menyampaikan kemungkinan adanya impor ilegal hewan berkuku belah kecil yang membawa virus PMK dan menyebar ke hewan ternak lainnya di dalam negeri.

"Dimungkinkan adanya illegal import hewan berkuku belah kecil seperti kambing atau domba yang membawa PMK ini," ujar Mustofa, Jumat (13/5/2022).

Mustofa melanjutkan, karena virus PMK bukan berasal dari daging, artinya hewan ternak yang terserang PMK dagingnya tetap aman dikonsumsi. Asalkan pengolahannya benar, yakni dengan cara direbus atau dilayukan terlebih dahulu. Teknik merebus maupun melayukan dapat mematikan virus penyebab PMK yang ada pada hewan berkuku belah seperti sapi, kambing, dan domba.

Mustofa melanjutkan, Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE) memang menyatakan hewan-hewan yang tertular PMK harus dilakukan pemusnahan. Akan tetapi, kata dia, konsep yang diadopsi oleh negara-negara maju ini tidak bisa diadopsi di Indonesia, karena akan mengakibatkan efek yang membahayakan para peternak juga keuangan negara.

"Apalagi virus penyebab PMK akan mati dalam suhu tinggi. Sehingga, hewan dengan PMK masih aman untuk dikonsumsi dan PMK juga tidak menular kepada manusia," ujarnya.

Meskipun hewan dengan PMK aman untuk dikonsumsi dan tidak menular kepada manusia, Mustofa mengimbau agar para peternak bersama-sama berjuang mencegah PMK menyebar lebih luas. Sebab, tingkat kematian hewan khususnya pada hewan yang berumur muda akibat PMK cukup tinggi. 

Hal pertama yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebaran PMK yaitu dengan melakukan desinfektan kandang secara teratur. Kedua, jika terjadi wabah penyakit pada suatu kandang harus dilakukan karantina pada kandang tersebut. Hal itu untuk mencegah penyakit semakin menyebar secara luas.

Ketiga, jangan sesegera mungkin menjual hewan yang baru sembuh dari PMK. Sebab, meskipun PMK merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya setelah 14-21 hari, sapi bisa menularkan PMK hingga satu tahun setelah sembuh, bahkan kerbau bisa menularkan hingga lima tahun setelah sembuh.

Mustofa menyampaikan, diperlukan efek yang kuat dan dana besar untuk benar-benar membuat Indonesia bebas PMK jika dibandingkan dengan kerugian yang dialami akibat PMK. Akan tetapi, jika dana cukup untuk melakukan vaksinasi yang masif, maka diperkirakan dua hingga tiga tahun ke depan Indonesia dapat bebas dari PMK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement