REPUBLIKA.CO.ID,KEDIRI -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kediri, Jawa Timur, terus mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk mewaspadai praktik investasi ilegal yang merugikan.
"OJK terus menjaga konsistensi dalam memberikan edukasi kepada masyarakat dalam mengenali investasi ilegal, agar tidak semakin merugikan masyarakat sehingga akselerasi pemulihan ekonomi dapat tercapai," kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan Kediri Bambang Supriyanto dalam acara media update di Kediri, Senin (30/5/2022).
Bambang mengemukakan selama pandemi COVID-19 diketahui bahwa kondisi perekonomian mengalami penurunan signifikan. Adanya kebijakan pembatasan kegiatan mengharuskan masyarakat beraktivitas, sehingga turut mendorong masyarakat untuk berkreasi agar tetap dapat memperoleh penghasilan meski dari rumah.
"Sebagai bentuk kreativitas dan solusi, pada akhirnya banyak aktivitas yang mulai beralih ke arah digital. Bukan hanya aktivitas perkantoran dan kegiatan belajar mengajar, melainkan juga kegiatan usaha, jual beli, bahkan investasi dilakukan dengan memanfaatkan layanan digital," kata dia.
Ia menambahkan, maraknya aktivitas berbasis digital, diikuti pula dengan ragam perkembangan layanan jasa keuangan maupun instrumen investasi yang berbasis digital. Salah satu yang ramai diperbincangkan adalah aset kripto.
"Sejak ditetapkan sebagai instrumen investasi pada September 2018 hingga Februari 2022, transaksi aset kripto tercatat mengalami peningkatan signifikan hingga mencapai Rp83,8 triliun dengan jumlah pembeli 12,4 juta investor," kata Bambang.
Ia menambahkan, dengan semakin tingginya lalu lintas transaksi aset kripto dinilai juga perlu diimbangi dengan pengenalan produk investasi secara komprehensif. OJK telah menggandeng Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) selaku otoritas yang melaksanakan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan kegiatan perdagangan berjangka untuk memberikan wawasan mengenai aset kripto.
Bambang Supriyanto juga menambahkan hingga kini masih banyak bentuk instrumen investasi digital lainnya seperti security crowdfunding, maupun fintech peer to peer lending. "Fenomena merebaknya penawaran investasi digital, mendorong OJK bersama 11 kementerian/lembaga yang tergabung dalam satgas waspada investasi atau SWI tidak henti-hentinya mengimbau dan meminta masyarakat untuk senantiasa mewaspadai penawaran investasi ilegal dengan tetap mengedepankan prinsip 2L, legal perusahaannya dan Logis hasil yang ditawarkan," kata Bambang.
Sementara itu, sejak 2018 sampai 2022, jumlah pinjaman daring ilegal yang telah ditutup mencapai 3.989 pinjaman daring ilegal. Terbaru, SWI telah menghentikan tujuh entitas yang melakukan penawaran investasi tanpa izin dan 100 pinjaman daring legal pada April 2022.