REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Dinas Peternakan dan Perikanan (Dinkanak) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mencatat ada sebanyak 73 kasus suspek penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menjangkiti sapi di wilayah setempat sejak wabah menyerang pada awal Mei 2022. Adapun jumlah ternak yang tertular yaitu 315 ekor sapi.
Kepala Dinkanak Banyumas, Sulistiono menjelaskan, kasus suspek itu positif dengan munculnya gejala klinis, tetapi belum dibuktikan secara uji laboratorium. Sedangkan kasus tertular yaitu sapi yang berada di sekitar sapi yang suspek.
"Itu asumsinya sudah tertular, karena tingkat penularannya 90 persen hingga 100 persen. Kalau daya tahan tubuhnya baik, tidak muncul gejala klinis," jelas Sulistiono kepada Republika.co.id, Kamis (16/6/2022).
Maraknya kecurangan pedagang yang membawa sapi sakit ke pasar hewan membuat Dinkanak harus bertindak tegas dengan menutup Pasar Hewan Sokaraja dan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, sejak 4 Juni hingga 18 Juni 2022 mendatang.
Ketika ditutup, jumlah kasus suspek mencapai 45 ekor sapi. Data Dinkanak per 14 Juni 2022, jumlah kasus suspek PMK mencapai 67 ekor sapi. Menurut Sulis, sapi yang terdeteksi gejala klinis PMK atau kasus suspek kebanyakan sapi yang berasal dari luar Banyumas.
Sapi-sapi itu dibawa oleh makelar sapi kurban dari Jawa Timur, pusat wabah PMK. "Kebanyakan 80 persen yang suspek dari luar Banyumas. Sapi-sapi itu karantina mandiri di kandang pedagang sapi, karena kita nggak ada anggaran untuk lokasi dan obat-obatan," jelas Sulis.
Ia mengungkapkan, awalnya pihaknya menyediakan obat-obatan dan vitamin, tapi stoknya sudah habis. Dinkanak kemudian mengajukan anggaran pengadaan obat-obatan, vitamin dan desinfektan.
Sambil menunggu penyediaan obat-obatan dan vitamin, Dinkanak menyarankan agar para peternak maupun pedagang untuk memberikan obat herbal untuk meningkatkan daya tahan tubuh sapi.
"Obat herbalnya tidak beli, bikin sendiri. Efektif, daripada menunggu obat yang nggak jelas kapan adanya," katanya.
Mengenai penutupan pasar hewan hingga Ahad (18/6/22), ia berharap dapat memberikan efek jera bagi makelar sapi kurban untuk tidak lagi membawa sapi yang sakit masuk ke pasar hewan. Apalagi sapi yang sakit tidak sesuai dengan syarat kurban.
"Kalau dicoba tutup dua pekan dan setelah itu masih nggak disiplin, ya ditutup lagi," kata Sulis. Selain itu, ia juga berharap dengan ini wabah PMK bisa teratasi.
Apalagi jelang hari raya kurban stok sapi di para pedagang sapi kini menurun. "Yang biasanya stok 100 sapi jadi lebih sedikit, karena mereka paling hanya punya stok sapi yang sudah masuk sebelum virus PMK menyebar. Kalau baru mau menyetok sapi kurban sekarang, banyak yang pikir-pikir dulu," ujar dia.