Senin 13 Jan 2025 16:56 WIB

Tangani PMK, Kementan Bagi Tiga Prioritas Zona Pengendalian

Vaksinasi di provinsi DIY tergolong rendah dengan 1.094 dosis per 9 Januari 2025.

Suasana Workshop Kolaborasi Sistematis dan Pengendalian Wabah PMK yang digagas Fakultas Peternakan UGM di Loman Park Hotel, Yogyakarta, Sabtu (11/1/2025).
Foto: Republika/Fernan Rahadi
Suasana Workshop Kolaborasi Sistematis dan Pengendalian Wabah PMK yang digagas Fakultas Peternakan UGM di Loman Park Hotel, Yogyakarta, Sabtu (11/1/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Selain pembentukan Satgas Nasional penanggulangan PMK, salah satu strategi kunci yang dilakukan yakni dengan membagi prioritas wilayah pengendalian menjadi tiga kategori, yaitu zona pemberantasan (merah), zona pengendalian (kuning), dan zona pencegahan (hijau).

"Zona pemberantasan mencakup Lampung, Jawa, Bali dan NTB," papar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Suganda dalam acara Workshop Kolaborasi Sistematis dan Pengendalian Wabah PMK yang digagas Fakultas Peternakan UGM di Loman Park Hotel, Sabtu (11/1/2025).  

Adapun zona pengendalian mencakup Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi. Adapun zona pencegahan atau kategori hijau adalah NTT, Maluku, dan Papua. "Zona hijau tentunya wajib dijaga, jangan sampai zona yang terdiri dari sembilan provinsi ini menurun statusnya," katanya.

Selain itu, pemerintah juga melakukan biosekuriti mulai dari skala usaha kecil serta mengadakan bulan vaksinasi. Bulan vaksinasi dilaksanakan pada Februari-Maret serta Juli-Agustus mendatang. "Capaian vaksinasi kan masih rendah. Bahkan masih ada daerah yang menolak vaksinasi," kata Agung.

Vaksinasi di provinsi DIY sendiri tergolong rendah dengan 1.094 dosis per 9 Januari 2025 lalu, jauh dibandingkan Jawa Timur yang sebanyak 10.855 dosis. Meskipun demikian, DIY masih di atas DKI Jakarta yang hanya 991 dosis.

"Dengan rendahnya capaian vaksinasi hewan ini maka diperlukan adanya kolaborasi berbagai pihak, seperti kampus, swasta, peternak dan mitra," kata Agung.

Vaksinasi PMK, kata Agung, rencananya akan digencarkan pada Januari-Februari 2025 ini serta pada Juli-Agustus 2025.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Peternakan Indonesia (FPPTPI) yang juga Dekan Fakultas Peternakan (Fapet) UGM, Prof Budi Guntoro mendorong fakultas peternakan di Indonesia bisa membantu pemerintah menanggulangi PMK misalnya dengan membentuk Satgas PMK. Budi mengungkapkan pihaknya memiliki banyak sumber daya manusia, termasuk mahasiswa, untuk membantu pemerintah menyebarkan vaksin maupun sosialisasi tentang biosekuriti.

"Kami ingin memberikan sebuah persepsi tentang PMK, bahwa kasus ini bukan tanggung jawab pemerintah saja, namun juga perguruan tinggi, peternak, maupun pedagang," kata Budi,

Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Hilirisasi Produk Peternakan, Prof Ali Agus, menegaskan pencegahan dan pengobatan terkait PMK, dapat dilakukan melalui suplemen pakan, injeksi antibiotik, multivitamin, peningkatan imunitas, dan lain-lain.

“Pada sapi sehat harus dilakukan vaksinasi untuk meningkatkan imunitas dan melindungi sapi dari penularan PMK," tutur Ali.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement