REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi, melalui konferensi persnya, memastikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), akan menemui Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kyiv dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow. Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, mendukung langkah pemerintah tersebut.
"Kami sangat mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang berencana akan menemui Presiden Rusia dan Ukraina untuk misi perdamaian dan kemanusiaan. Keberangkatan Presiden ini harus didukung bersama dan semoga Indonesia akan kembali memainkan peran signifikan dalam ikut serta menjaga perdamaian dunia, karena perang ini membawa dampak negatif bagi kita semua," kata Sukamta dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (22/6/2022).
Sukamta memaparkan, puluhan ribu warga sipil tewas akibat perang ini. Jutaan warga Ukraina juga menjadi pengungsi. "Dampak perang dirasakan oleh kita semua, juga khususnya oleh negara berkembang dan berpenghasilan rendah," katanya melanjutkan.
Ia menambahkan, harga barang-barang semakin mahal. Di beberapa negar,a inflasi meningkat tajam. Negara-negara Afrika sangat terpengaruh oleh krisis akibat perang ini. Harga gandum, minyak goreng, bahan bakar, dan pupuk, semakin melonjak. Konflik ini juga berdampak pada meningkatnya ancaman krisis pangan dan energi global. "Karenanya, Indonesia juga penting untuk membawa misi tentang pangan dan energi," ujar Wakil Ketua Fraksi PKS ini.
Sukamta yang juga sebagai Ketua DPP PKS Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri ini menjelaskan sejak awal pihaknya mendorong agar Indonesia bisa memainkan peran konkret dalam menghentikan peperangan dan mewujudkan perdamaian antarnegara yang bertikai. "Saat rapat resmi dengan Menteri Luar Negeri RI Ibu Retno Marsudi, maupun lewat media, Saya berkali-kali mendorong agar Presiden Jokowi turun langsung berkontribusi menjadi juru damai atas konflik ini dengan perannya sebagai Presidensi G20 yang harus dioptimalkan," katanya.
Kunjungan Presiden Jokowi ini merupakan langkah konkret tersebut, yang tentunya tidak terlepas dari tanggung jawab Indonesia yang saat ini ditunjuk sebagai Presidensi G20. "Ini tanggung jawab berat, karena diemban pada situasi yang tidak mudah, pandemi belum resmi berakhir dan terjadinya perang Ukraina-Rusia," tutur Sukamta.
Menurut Doktor lulusan Manchester Inggris ini, kondisi tersebut menjadi tantangan yang sangat menarik dihadapi Indonesia. Kepemimpinan Indonesia mendapatkan ruang dan momentum yang mungkin akan dikenang 20-30 tahun yang akan datang bahwa Indonesia sebagai Presidensi G20 semoga berhasil menjadi penengah Rusia dan Ukraina. Ini momentum bagi Indonesia untuk bisa mendamaikan negara-negara yang bertikai.
"Tentu kita semua berharap pertemuan dengan dua pemimpin negara yang sedang bertikai tadi membawa hasil yang sangat berarti bagi proses penghentian perang dan terciptanya perdamaian. Agar kita semua bisa segera pulih dari keterpurukan ekonomi sebagai dampak dari pandemi," kata legislator dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini.