Selasa 12 Jul 2022 10:58 WIB

Rumah Padat Karya Gubeng Surabaya Raup Omzet Puluhan Juta Rupiah

Yang paling banyak diminati masyarakat adalah usaha coffee shop.

Warga belajar menjahit di Rumah Padat Karya di Jalan Kyai Abdullah No 17, Surabaya, Jawa Timur, Senin (30/5/2022). Pemkot Surabaya menggunakan aset sejumlah bangunan miliknya menjadi Rumah Padat Karya yang difungsikan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan membuka sejumlah unit usaha serta melakukan pelatihan-pelatihan terhadap warga MBR terlebih dahulu sebelum bekerja di tempat itu.
Foto: ANTARA/Didik Suhartono
Warga belajar menjahit di Rumah Padat Karya di Jalan Kyai Abdullah No 17, Surabaya, Jawa Timur, Senin (30/5/2022). Pemkot Surabaya menggunakan aset sejumlah bangunan miliknya menjadi Rumah Padat Karya yang difungsikan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan membuka sejumlah unit usaha serta melakukan pelatihan-pelatihan terhadap warga MBR terlebih dahulu sebelum bekerja di tempat itu.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rumah Padat Karya Viaduk di Jalan Nias, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya, Jawa Timur, meraup omzet puluhan juta rupiah setelah diresmikan Wali Kota Eri Cahyadi pada 28 Mei 2022 lalu.

Camat Gubeng, Eko Kurniawan Purnomo mengatakan, Rumah Padat Karya tersebut banyak diminati warga Surabaya karena tempatnya yang strategis dan kekinian.

"Selain kekinian, juga instagramable dan sangat pas untuk tempat meeting bersama teman kantor. Banyak digemari pengunjung, karena suasananya seperti di rumah sendiri, cocok lah untuk ngopi," kata Eko, Selasa (12/7/2022).

Bukan hanya coffee shop saja, kata Eko, tetapi juga ada barbershop (cukur rambut) hingga cuci motor dan mobil. Dari tiga usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) itu, yang paling banyak diminati masyarakat adalah coffee shop.

Sedangkan barbershop dan cuci kendaraan, menurut Eko masih kurang diminati dan belum maksimal. Alasan kurang maksimalnya dua usaha tersebut, Eko menjelaskan, karena warga masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang bekerja di Rumah Pakar itu masih butuh pelatihan lebih mendalam.

Selain itu, tempat untuk cuci motor dan mobil belum maksimal karena tempat yang kurang memadai. "Sementara ini hanya menjalankan coffee shop, karena yang potong rambut itu ternyata tidak sesuai passionnya. Sedangkan cuci mobil dan motor, tempatnya belum memadai, rencananya di 2023 kami siapkan di kantor Kelurahan Baratajaya," kata dia.

Meskipun yang berjalan hanya coffee shop, Rumah Pakar di Viaduk Gubeng cukup memuaskan, yakni meraup omzet hingga Rp 88 juta per bulan. Omzet itu nantinya digunakan untuk gaji, biaya operasional, dan masih banyak lainnya.

"Ada 23 MBR yang bekerja, masing-masing mendapat gaji antara Rp 1,5 juta - Rp 2 juta per bulan," ujar dia.

Agar pendapatan meningkat, Eko bersama jajarannya juga mempromosikan Rumah Pakar Viaduk Gubeng melalui sosial media (sosmed). Selain itu, juga menggandeng sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk meningkatkan skil MBR yang bekerja di tempat tersebut.

"Tentunya kita terus melakukan evaluasi. Jadi tidak hanya coffee shop saja, kami juga menghadirkan pelatih dari bidang lain untuk meningkatkan pendapatan sesuai dengan permintaan Pak Wali (Eri Cahyadi) pendapatan MBR bisa sampai Rp 4 juta perbulan," kata dia.

Wali Kota Eri Cahyadi sebelumnya mengatakan, sejumlah aset berupa bangunan rumah milik Pemkot Surabaya dimanfaatkan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), salah satunya sebagai rumah padat karya

Bentuk program padat karya dapat disesuaikan dengan kondisi wilayah dan aset yang ada. Ia mencontohkan, ada aset berupa tambak, maka dapat dikelola untuk perikanan oleh MBR di wilayah sekitarnya. Demikian pula jika aset itu berupa lahan kosong, maka bisa dimanfaatkan untuk pertanian atau usaha yang lain.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement