Rabu 13 Jul 2022 08:11 WIB

Kompleks Ruko Belga Tulungagung Jadi Mal Pelayanan Publik

Pemkab menganggarkan sebesar Rp 2 miliar untuk penyesuaian itu.

Petugas melayani warga yang mengurus surat di Mal Pelayanan Publik.
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Petugas melayani warga yang mengurus surat di Mal Pelayanan Publik.

REPUBLIKA.CO.ID, TULUNGAGUNG -- Pemkab Tulungagung, Jawa Timur, akhirnya memilih kompleks pertokoan Belga sabagai calon kuat pengembangan fasilitas Mal Pelayanan Publik (MPP) di daerah itu.

"Rencananya begitu. Area ini yang dipilih karena paling ideal. Tapi, untuk realisasinya masih menunggu adanya kekuatan hukum tetap terhadap permasalahan hukum Ruko Belga," kata Plt Kepala Bappeda Kabupaten Tulungagung Erwin Novianto di Tulungagung.

Sebenarnya, papar dia, ada tiga lokasi yang menjadi alternatif pendirian MPP. Pertama, di Pasar Hewan Beji. Kedua, di Balai Rakyat yang ada di sisi utara Taman Alun-alun atau selatan pendopo kabupaten, serta di kompleks pertokoan Belga.

Dari tiga pilihan itu, Ruko Belga yang ada lingkungan Pecinan ini dianggap yang paling ideal. Selain lokasinya yang strategis, di tengah kota, kawasan ini sudah ada bangunan-bangunan permanen bekas pertokoan yang bisa dimodifikasi untuk digunakan.

Opsi pembangunan MPP di Pasar Hewan Beji tidak realistis karena anggaran yang dibutuhkan besar. Jika dipaksakan di sana seperti wacana sebelumnya, akan membebani APBD Tulungagung.

Ruko Belga dipilih untuk MPP sebab sudah tersedia bangunan-bangunan bekas ruko yang bisa dimanfaatkan sebagai kantor dengan beberapa penyesuaian. "Kebutuhan-kebutuhan ruangannya nanti kita sesuaikan,” jelasnya.

Untuk penyesuaian itu, pihaknya bakal menganggarkan sebesar Rp 2 miliar untuk penyesuaian itu. Ruko Belga ini berdiri di atas lahan seluas 10.450 meter persegi milik Pemerintah Kabupaten Tulungagung.

Dulunya, di atas lahan ini berdiri Sekolah Teknik Mesin (STM) Negeri Tulungagung. Nama Belga diambil dari swalayan yang berdiri di atas lahan tersebut.

Status lahan itu adalah HGB (hak guna bangunan) di atas HPL (hak pengelolaan lahan). Ruko ini disewa selama 20 tahun dan berakhir pada 2014.

Penyewa berniat memperpanjang lagi sewa hingga 20 tahun ke depan, namun ditolak oleh Pemerintah Kabupaten Tulungagung, lantaran berisiko hilangnya aset daerah.

Pemerintah Kabupaten Tulungagung lalu menawarkan opsi pembaruan sewa tiap lima tahun sekali, namun penyewa menolaknya dan mengajukan tuntutan perdata ke pangadilan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement