Senin 18 Jul 2022 19:40 WIB

Satu Abad Chairil Anwar dan Monumennya di Kota Malang

Patung Chairil Anwar di Kota Malang didirikan sekitar 1955.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Patung Chairil Anwar di kawasan Kayutangan, Kota Malang, Jawa Timur (Jatim).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Patung Chairil Anwar di kawasan Kayutangan, Kota Malang, Jawa Timur (Jatim).

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Wilda Fizriyani/Jurnalis Republika

Siapa yang tak kenal Chairil Anwar? Dialah sastrawan Indonesia yang hampir sebagian besar masyarakat mengetahui namanya. 

Baca Juga

Kehebatan Chairil Anwar nyatanya tidak hanya terdengar di Jakarta selaku pusat negara. Penyair yang lahir pada 26 Juli 1922 ini juga hadir di Kota Malang. Salah satunya melalui kehadiran patung Chairil Anwar yang berada di kawasan Kayutangan, Kota Malang.

Berdasarkan pengamatan Republika, patung Chairil Anwar terletak di sekitar Gereja Paroki Hati Kudus Yesus. Tempat yang dikenal dengan Gereja Kayutangan ini termasuk yang paling tua di antara gereja lainnya di Malang. Sementara itu, patung Chairil Anwar saat ini menjadi tempat putaran kendaraan di Kota Malang.

Sejarawan asal Malang, FX Domino BB Hera mengatakan, patung Chairil Anwar di Kota Malang didirikan sekitar 1955. "Salah satu inisiatornya adalah Pak Achmad Hudan Dardiri," ucap pria yang biasa disapa Sisco ini dalam kegiatan diskusi, beberapa waktu lalu.

Pada mulanya, lokasi yang menjadi patung Chairil Anwar hanya tempat atau taman putaran biasa. Sebuah titik yang berada di depan gereja yang dibangun pada 1905. 

Jika melihat foto lawas pada 1935, akan terlihat suasana Malang tempo dulu. Pada tahun tersebut, masih akan terlihat sejumlah pedati yang lalu-lalang di jalan tersebut. Situasi tersebut jelas berbeda dengan Kota Malang saat ini yang penuh dengan kendaraan mobil atau motor.

Sekitar 1947, titik tersebut masih menjadi tempat yang sama. Lebih utamanya menjadi saksi saat pasukan marinir Belanda datang dari arah Lawang untuk menguasai Malang melalui agresi militer pertama. Titik tersebut masih menjadi tempat atau taman putaran jalan.

Semua kondisi tersebut berubah ketika memasuki 6 September 1948. Saat itu, sebelah kiri taman dihias sedemikian rupa untuk merayakan 50 tahun atas bertahtanya Ratu Wilhelmina. "Juga menjadi momentum yang sama karena diganti oleh putrinya, Ratu Yuliana," jelas Sisco.

Perayaan itu bisa terjadi lantaran Malang dikuasai oleh Belanda. Serupa dengan Surabaya, Malang pun harus merayakan hal sama. Namun selang tujuh tahun kemudian, lokasi tersebut justru diganti untuk menjadi tempat dari patung Chairil Anwar. Seseorang yang berhasil mengubah peta sastra di Indonesia termasuk Kota Malang.

Menurut Sisco, patung Chairil Anwar resmi didirikan pada 28 April 1955. Saat itu, tidak hanya Hudan Dardiri yang merupakan guru bahasa di SMAN 1 Malang yang hadir. Namun Wali Kota Malang, M. Sardjono juga ikut menghadiri kegiatan tersebut. 

Pada awalnya, letak patung masih satu level dengan jalan. Berbeda dengan sebelumnya, saat ini patung Chairil Anwar ditinggikan lebih satu level dari jalan. Selain itu, juga diberikan tembok kecil semacam pagar pembatas antara jalan dan patung. 

Berdasarkan catatan sejarah, patung diabadikan ketika Malang memperingati hari Chairil Anwar. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh kritikus sastra Indonesia, HB Jassin. Bersamaan dengan kegiatan ini juga ada acara sayembara sajak, sandiwara dan lain-lain.

Jika melihat hal ini, maka yang menjadi pertanyaan adalah apakah Chairil Anwar benar-benar pernah mengunjungi Malang? Menurut Sisco, jejak Chairil Anwar di Malang dapat dilihat dari dua sajaknya yang berjudul "Sorga" dan "Doea Sadjak Boeat B. Resobowo". Kedua puisi ini ditulis di Malang pada 1947. 

Sisco mengatakan, konteks sajak yang ditulis oleh Chairil Anwar lebih ke perasaan mengeluh. Pasalnya, pembuatan sajak tersebut diciptakan dalam suasana kebatinan Sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Malang. Kegiatan ini berlangsung 25 Februari hingga 5 Maret 1947.

Hal tersebut menandakan Chairil Anwar menulis sajak di tengah-tengah perhelatan sejarah nasional. "Kenapa sejarah nasional? Sekurangnya ada dua alasan. Pertama, momentum menyetujui atau tidaknya Perjanjian Linggarjati lalu mulai menajamnya kekuatan politik kiri dan kanan di Indonesia menjelang peristiwa Madiun 1948. Jadi ini merupakan momentum sejarah revolusi Indonesia," ungkapnya.

Dengan adanya patung Chairil Anwar di Kota Malang, Sisco menegaskan, ini sebenarnya tidak hanya berfungsi sebagai putaran jalan. Namun ini menjadi semacam penyemangat dari para sastrawan yang lahir dari Malang. Bahkan, saat ini tempat tersebut acap dijadikan lokasi kegiatan sastra untuk masyarakat setempat.

Tentang perintis patung Chairil Anwar

Pada keterangan sebelumnya disebutkan bahwa Achmad Hudan Dardiri merupakan salah satu perintis patung Chairil Anwar di Kota Malang. Lalu siapakah sosok tersebut sehingga memiliki keinginan untuk membangun patung Chairil Anwar?

Cucu Hudan Dardiri, Roesdan S.A.P mengatakan, kakeknya semasa hidup memiliki peranan penting untuk Indonesia. Almarhum semasa muda sempat ikut berjuang bersama Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Sebelum perjuangan selesai, dia juga berkecimpung di bidang pendidikan sehingga sempat mengajar di SMAN 1 Malang dan menjadi kepala sekolah di sekolah lain.

Hudan Dardiri juga pernah mengabdi di bidang pemerintahan. Tercatat, Hudan Dardiri sempat menjadi Wali Kota Pasuruan dan Bupati Jombang di masa lampau. "Beliau juga penikmat, pencinta, pelaku seni dengan fokus sajak, prosa dan sedikit lukisan," jelasnya.

Roesdan teringat pernah berbincang secara mendalam dengan almarhum kakeknya. Bagi almarhum, perjuangan itu tidak harus dilakukan dengan fisik atau angkat senjata. Perjuangan juga bisa dilakukan dengan cara lain seperti sastra atau jurnalisme. Hal itulah yang membuatnya menyukai Chairil Anwar sehingga terdorong membangun patung di Kota Malang sebagai cara mengenang kontribusi penyair.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement