Selasa 26 Jul 2022 15:39 WIB

Anarkisme Suporter Disebabkan Jiwa Massa

Jiwa massa ini timbul ketika berada di antara massa.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Anarkisme Suporter Disebabkan Jiwa Massa (ilustrasi).
Foto: EPA/PANAGIOTIS MOSCHANDREOY
Anarkisme Suporter Disebabkan Jiwa Massa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Kerusuhan kembali melanda beberapa tempat di DIY pada Senin (25/7) sore. Kejadian itu terjadi sebelum pertandingan Persis Solo vs Dewa United di Stadion Moch Soebroto ketika suporter Persis Solo melintasi Yogyakarta menuju Magelang.

Psikolog UGM, Prof Koentjoro mengatakan, tindakan anarkis maupun vandalisme yang dilakukan suporter sepak bola terjadi karena dipengaruhi jiwa massa. Koentjoro menilai, anarkisme yang dilakukan suporter sepak bola ini karena jiwa massa.

Baca Juga

Koentjoro menekankan, seseorang atau individu akan bersikap berbeda saat berada di tengah massa atau gerombolan. Ketika berada di tengah massa, akan mendorong munculnya perilaku atau tindakan yang tidak akan dilakukan saat sedang sendiri.

"Jiwa massa ini timbul ketika berada di antara massa dan memunculkan perilaku aneh yang saat dia sendirian tidak akan berani melakukan hal-hal itu. Apalagi, ditambah mengenakan pakaian atau atribut yang menggambarkan itu satu bagian," kata Koentjoro, Selasa (26/7/2022).

Saat bersama massa, terlebih ditambah dengan adanya atribut yang menggambarkan mereka menjadi bagian dari kelompok massa tersebut menjadikan seseorang berani. Termasuk, melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan saat mereka sendiri.

Selain dialami suporter sepak bola, kondisi ini dialami kerumunan massa seperti kampanye atau demo. Misal, saat demo atau kampanye ada pemimpin yang meneriakkan kata-kata dan melakukan gerakan tertentu, yang tidak disadari akan tertular.

"Orang sering kehilangan kesadaran saat sudah berkumpul karena terhipnotis lingkungan," ujar Koentjoro.

Guna mencegah kerusuhan massa, Koentjoro menyebutkan, pentingnya upaya-upaya pengendalian massa. Pengengendalian massa bisa dilakukan untuk memecah massa dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil agar jiwa massa tidak terlalu solid.

"Penting memecah massa agar massa tidak terkonsentrasi menjadi satu," kata Koentjoro.

Ia menambahkan, aparat dapat membuat pengaturan waktu kepulangan suporter dalam beberapa kloter, selain mengatur rute memecah kerumunan. Sebab, ia berpendapat, kalau jiwa sudah dikendalikan massa akan susah, apalagi jika ada penyusup.

"Penyusup dengan tujuan tertentu seperti adu domba ataupun membuat konten agar viral, ini mengerikan. Jadi, untuk mencegah kerusuhan perlu memecah konsentrasi massa baik lewat pengaturan waktu ataupun rute," ujar Koentjoro. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement