REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Isu jilbab bagi peserta didik Muslimah di sekolah akhir-akhir ini menyeruak serta menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Pro-kontra bermula dari perbedaan persepsi pemakaian jilbab bagi peserta didik Muslimah di sebuah sekolah negeri.
Guru berpandangan memakai jilbab bagi Muslimah merupakan pelaksanaan salah satu ajaran agama dan usaha untuk membentuk ahlak mulia. Namun, sebagian orang yang menganggapnya sebagai pemaksaan, sehingga menimbulkan permasalahan.
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY mengeluarkan pernyataan sikap soal berjilbab bagi peserta didik muslimah di sekolah negeri. Ketua PWM DIY, Gita Danu Pranata, menutup aurat dengan berjilbab merupakan ajaran agama Islam.
Hal itu sesuai QS An Nur 31 dan Al Ahzab 59, sehingga merupakan kewajiban bagi setiap Muslimah untuk melaksanakannya dan membudayakannya melalui proses pendidikan. Karenanya, dalam konteks pendidikan memakai jilbab merupakan suatu upaya pembudayaan, termasuk di sekolah negeri.
Pembudayaan dilakukan dengan menganjurkan, menasehati dan memberikan keteladanan peserta didik muslimah untuk mengenakan jilbab dengan prinsip-prinsip edukatif yang merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab guru.
"Tugas utama guru sesuai UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional," kata Gita, Rabu (10/8/2022).
Gita melanjutkan, tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar jadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara demokratis dan bertanggung jawab.
Berdasarkan sikap itu, pro-kontra tentang pemakaian jilbab bagi peserta didik Muslimah, termasuk di sekolah negeri, semestinya tidak perlu terjadi. Hal itu disebabkan pemakaian jilbab merupakan bagian dari proses dan upaya pendidikan sesuai agama peserta didik.
"Untuk melaksanakan ajaran agamanya dan membentuk ahlak mulia, sehingga upaya tersebut sepantasnya mendapatkan dukungan," ujar Gita.
Pemerintah selaku penyelenggara pendidikan seharusnya dapat memberi pembinaan, perlindungan dan menjamin kenyamanan bagi guru dalam melaksanakan tugas utama, yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi.
Hal itu untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, termasuk dalam membimbing, mengarahkan dan melatih peserta didik Muslimah. Sehingga, peserta didik dibiasakan berjilbab atau berbusana Muslimah untuk membentuk ahlak mulia dari peserta didik tersebut.
Jika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan pendidikan, maka sesuai prinsip pendidikan penyelesaian setiap masalah perlu mengedepankan prinsip edukatif dengan membuka ruang dialog bagi setiap tindakan yang dianggap kurang tepat.
"Sehingga, semua masalah pendidikan dapat diselesaikan dengan baik karena pada dasarnya setiap guru tersebut pasti berniat baik dan mulia," kata Gita.
Bila setiap persoalan dalam pendidikan diselesaikan dengan pendekatan hukuman kepada guru yang dianggap melakukan tindakan kurang tepat, maka dikhawatirkan di sekolah terjadi hubungan antara guru dengan peserta didik yang bersifat formalistik-kontraktual.
Guru akan berpandangan tugasnya sebatas mengajar dan tidak mendidik, membimbing, mengarahkan dan melatih dalam sikap dan perilaku karena takut salah dan dihukum. Padahal, pendidikan, pembentukan karakter dan ahlak mulia tanggung jawab bersama antara orang tua, pemerintah, sekolah dan masyarakat.
Sehingga, Gita menekankan, setiap unsur tersebut diharapkan saling mendukung untuk mewujudkan suasana yang kondusif bagi pendidikan dan menyelesaikan tiap persoalan pendidikan di sekolah. Dengan mengedepankan asas-asas musyawarah, dialogis antara orang tua, peserta didik dan guru," ujar Gita.