REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta sudah menyelesaikan skrining Covid-19 di sekolah tahap ketiga. Dari hasil skrining tersebut, positive rate Covid-19 di bawah lima persen.
Kepala Dinkes Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani mengatakan, tahap ketiga skrining Covid-19 di sekolah ini sudah dilakukan di puluhan sekolah. Setidaknya, skrining dilakukan di 15 SD, sembilan SMP, empat SMA dan tiga SMK di Kota Yogyakarta.
"Untuk positive rate dari SD sebesar dua persen, SMP nol, SMA satu persen dan SMK juga nol, sehingga positive rate masih di bawah lima persen," kata Emma kepada Republika.
Skrining dilakukan dengan sampel yang diambil sebesar 10 persen per sekolah. Berdasarkan hasil skrining tersebut, pembelajaran tatap muka (PTM) tetap berlanjut dikarenakan tidak ada sekolah yang ditemukan dengan positive rate di atas lima persen.
"Jadi rekomendasinya masih boleh lanjut PTM. Kalau ditemukan di sekolah itu ada yang positif, berarti kalau lebih dari lima persen memang dihentikan (PTM). Kalau tidak, di kelas itu saja (yang diliburkan sementara)," ujar Emma.
Emma menuturkan, kasus positif yang ditemukan dari skrining di sekolah ini tidak bergejala. Meski begitu, dari kasus yang sudah ditemukan tetap akan ditindaklanjuti dengan tracing (pelacakan) terhadap kontak erat kasus positif.
"Ditelusur kontak eratnya, keluarganya juga di-tracing. Kasus positif di sekolah kebanyakan tidak bergejala, ditemukan karena disasar, bukan bergejala," jelasnya.
Selain itu, sekolah yang ditemukan adanya kasus positif juga disemprot dengan disinfektan. Emma menyebut, sekolah yang ditemukan kasus ini juga nantinya akan menjadi sasaran dari screening selanjutnya.
Namun, Emma menyebut, untuk screening di sekolah tahap selanjutnya belum ditentukan kapan akan dilakukan. "Kita lihat dulu nanti, ini harus dihitung secara epidemiologinya," kata Emma.
Emma menuturkan, kasus aktif Covid-19 yang tercatat di Kota Yogyakarta lebih dari 190 kasus. Sebagian besar kasus aktif tersebut, katanya, tidak bergejala dan melakukan isolasi mandiri (isoman).
"Kebanyakan tanpa gejala, jadi dia hanya isoman. Di rumah sakit pun BOR-nya hanya di bawah 11 persen, masih sangat rendah," ujar Emma.