REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) dengan Fakultas Teknik (FT) Universitas Brawijaya (UB) Malang melakukan kolaborasi untuk menciptakan inovasi alat deteksi dini kanker rongga mulut. Alat bernama Telesphorus ini menggunakan metode fluorescence visualization terintegrasi IOT dilengkapi sterilisator ozone plasma.
Penelitian dilakukan oleh sejumlah mahasiswa dari FT dan FKG. Para mahasiswa antara lain Imelia Arifatus Sani (FKG), Oliresianela (FKG), Jeremy Kartika Soeryono (FKG), I Made Ananta Wiragunawan (FT), dan Mochammad Rofi Sanjaya (FT). Berkat bimbingan dosen teknobiomedik FK, Thareq Barasabha, penelitian tersebut berhasil memperoleh pendanaan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2022 bidang Karsa Cipta yang diselenggarakan oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan.
Ketua tim, Imelia Arifatus Sani menyampaikan, ide berawal dari kepedulian tim terhadap kasus kanker rongga mulut di Indonesia yang jumlahnya masih sangat tinggi. Jumlah kasus kanker rongga mulut di Indonesia mencapai 14.197 kasus pada 2015 hingga 2020 dengan jumlah kasus baru di 2020.
Bahkan, dilaporkan kanker rongga mulut merenggut 3.087 nyawa di Indonesia di tahun tersebut. Menurut dia, selama ini keterlambatan penanganan kanker rongga mulut disebabkan pada stadium awal, gejala kanker tidak terlihat dan cenderung diabaikan.
Padahal screening kanker rongga mulut sejak dini dapat menurunkan angka mortalitas. "Jumlah mencapai hingga 80 hingga 90 persen," katanya di Kota Malang.
Kelima mahasiswa memulai proyek ini sejak Juni 2022. Dengan adanya inovasi alat deteksi dini kanker rongga mulut ini diharapkan dapat memberikan prognosis yang baik bagi pasien yang terkonfirmasi kanker rongga mulut sejak awal. Dengan demikian, mampu meningkatkan kelangsungan hidup pasien.
Anggota tim, Mochammad Rofi Sanjaya menambahkan, alat deteksi dini ini memiliki dua sistem yakni sistem deteksi dan sistem sterilisasi. Setelah alat digunakan selanjutnya, alat disterilisasi dengan menggunakan sistem sterilisasi.
Sehingga, tidak terjadi kontaminasi silang di antara pasien. Selain itu, sistem juga dilengkapi sistem cerdas yang mampu menyimpan data hasil screening untuk dikirimkan ke dokter gigi spesialis. Hal ini dilakukan memperoleh pemeriksaan lebih lanjut dan diagnosis utama.
Inovasi ini juga diharapkan mampu mengatasi jumlah dokter gigi spesialis yang terbatas di beberapa daerah di Indonesia. "Seperti Gorontalo, NTT, dan Maluku Utara, bahkan nihil di Papua Barat," ujarnya.
Dengan berbasis teledentistry, alat ini mampu menyimpan hasil screening melalui sistem cerdas. Selanjutnya, hasil tersebut dapat dikirimkan ke dokter gigi spesialis.
Alat ini juga memiliki beberapa keunggulan seperti mudah digunakan dan konsumsi daya rendah. Kemudian juga bisa melakukan pemeriksaan lebih akurat dan desain portabel.