REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Provinsi Jawa Tengah menargetkan penurunan angka stunting dari 20,9 persen menjadi 14 persen pada akhir 2023. Penurunan angka itu akan dilakukan melalui pendampingan yang diberikan kepada keluarga berisiko.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jateng Widwiono di sela edukasi dan donasi kepada tim pendamping keluarga (TPK) di Kabupaten Boyolali, mengatakan dengan angka stunting 20,9 persen saat ini Jateng berada empat persen di bawah nasional.
"Kalau Bapak Presiden Joko Widodo targetnya angka stunting 14 persen secara nasional pada 2024, sedangkan target kami 14 persen pada 2023. Di Jateng ini beda karena kami sebagai provinsi penyangga utama," katanya.
Bahkan, kata dia, pada 2024 harapannya angka stunting bisa di bawah 10 persen. "Ini kami sudah lakukan kerja bareng termasuk menerjunkan sekitar 83 ribu pendamping keluarga yang tugasnya mendampingi sasaran," katanya.
Ada tiga komponen sasaran pendampingan, yakni calon pengantin, ibu hamil, dan orang tua baduta atau bayi di bawah dua tahun. Pihaknya mencatat, bayi bawah dua tahun yang menjadi sasaran pendampingan sekitar 20 persen dari seluruh baduta yang ada.
"Dari 1,1 juta baduta itu sasarannya dua persen, berarti sekitar 200 ribu. Demikian juga ibu hamil yang saat ini jumlahnya 551 ribu, kalau 20 persennya dari itu ada sekitar 100 ribu. Itu yang jadi perhatian kami dalam rangka percepatan penurunan stunting," ujar dia.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Boyolali Ratri S Survivalina mengatakan per Desember 2021 angka stunting di Boyolali di kisaran delapan persen atau sudah jauh di bawah angka nasional.
"Sekarang upaya kami lebih ke promotif dan preventif, bagaimana yang delapan persen itu bisa tertangani. Jangan sampai ada tambahan lagi untuk kasus baru stunting," katanya.
Menurutnya, saat ini jumlah tim pendamping keluarga di Boyolali ada sekitar 800 TPK. Mereka melakukan pendampingan kepada keluarga berisiko stunting yang jumlahnya sebanyak 132.283 keluarga. Dari angka itu terbanyak di Kecamatan Ngemplak, sebanyak 10.929 keluarga.
Sementara terkait edukasi tersebut, Direktur Bina Kualitas Pelayanan KB BKKBN Pusat Martin Suanta mengatakan kegiatan kali ini bertujuan memberikan penyuluhan kepada TPK terkait pentingnya hidup bersih dan sehat untuk meminimalisasi kasus stunting.
"Ini kan ada faktor sensitif, seperti di mana sanitasi harus dibutuhkan, kebersihan, air minum yang layak. Dalam hal ini kami kerja sama dengan Klikdokter yang bersama BKKBN sudah membangun Klikkb," katanya.
Ia mengatakan pada kesempatan tersebut disalurkan sekitar 800 paket pembersih Dettol kepada TPK yang selanjutnya diberikan kepada keluarga penerima manfaat.