REPUBLIKA.CO.ID,KLATEN -- Dewi Setiawati (43) asal Klaten terus berjuang mencukupi dan mempertahankan keluarganya di tengah tekanan masyarakat karena suaminya menjadi teroris dan divonis penjara selama 7 tahun.
Selama suaminya mendekam di penjara ia bekerja sebagai seorang guru di taman kanak-kanak (TK). Namun, ia sempat memutuskan keluar dari TK tersebut karena takut sekolahan tersebut terkena efek buruk dari citra suaminya.
"Ya awalnya saya sempat kan ada imbasnya kita akan ke minat karena itu masih di TK. Saya takut efeknya berimbas dari masyarakat ke TK menjadi takut untuk mendaftarkan anaknya di sana," kata Dewi Jumat (16/9/2022).
Namun, kepala sekolah tempatnya bekerja tersebut tetap meyakinkan dan menguatkan tekadnya untuk bertahan sebagai guru. Sejalan dengan itu, Dewi berusaha membuktikan bahwa ia tidak sesuai dengan stigma yang ditimpakan kepadanya.
"Saya pernah menyampaikan untuk resign sama beliau (kepala sekolah) tapi tidak boleh. Ia bilang tidak usah minat masyarakat ke sini itu bukan karena sampeyan gada penagruhnya akhirnya saya bertahan di situ," terangnya.
Selain bertahan dari gunjingan tetangganya. Dewi menceritakan bahwa ia terasing dari tetangga sekitar rumahnya.
"Ketika suami saya masih di penjara seperti terisolasi dengan tetangga. Setiap kali di luar rumah ada banyak yang bergunjing," terangnya.
Selang beberapa tahun setelah suami Dewi keluar dari masa kurungan 5 tahun dengan bebas bersyarat dari total 7 tahun vonis kurungan. Dewi dianugerahi kembali dua buah Hati, namun naas kabar buruk kembali menerpa keluarganya.
"Saya kan sebelumnya ngajar di TK 12 tahun lamanya tapi karena saya punya balita nomor ketiga dan ibu saya sakit butuh perawatan saya memutuskan keluar untuk mencari penghasilan menopang kebutuhan tersebut," terangnya.
Sekarang, Dewi menjelaskan bahwa ia memiliki usaha laundry. Sedangkan suaminya mempunyai usaha isi ulang air mineral. Meski demikian, Dewi menjelaskan bahwa ia masih kerja keras karena sekarang ia memiliki lima momongan.
"Anak pertama saya kelas 2 SMP 14 tahun, anak kedua 13 tahun kelas 1 SMP. Sedangkan anak ketiga ini mau jalan lima tahun, anak keempat mau tiga dan yang kelima masih beberapa pekan," terangnya.
Dewi menjelaskan bahwa tantangan utama sekarang bukan lagi stigma masyarakat. Namun pembagian waktunya untuk mengurusi keluarganya dan kerjanya serta modal untuk menaikkan kelas usahanya.
"Alhamdulillah sekarang minimal 5-50 kilo. Tapi makin kesini makin banyak persaingan," terangnya.
Dewi mengatakan dengan adanya koperasi Srikandi ia berharap dapat menguatkan silaturahmi dan memperbaiki citra di dalam masyarakat. Selain itu, ia berharap dari koperasi ini bisa menjadi batu pijakannya dalam mengembangkan usahanya kedepan.
"Harapannya ini bisa eksis dulu kita bersyukur dengan dibentuk koperasi juga ajang silaturahmi. Siapa tahu bisa mendapat modal melalui koperasi ini," pungkasnya.