REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Skrining adalah serangkaian prosedur atau pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit tertentu kepada seseorang. Sebab, mencegah lebih baik dari mengobati, terlambat lebih baik daripada tidak sama sekali.
Masalah kesehatan sindroma metabolik masih jadi momok masyarakat, tidak terlihat tapi diam-diam menggerogoti tubuh. Hal ini mendorong Tim Bantuan Medis Mahasiswa (TBMM Humerus) Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (FK UII).
Mereka mengadakan skrining kesehatan di Padukuhan Bondalem dan Padukuhan Kanutan Kabupaten Bantul. Bersama kader-kader Posyandu, 100 lebih warga ikuti skrining kesehatan dari pengecekan gula darah, tekanan darah, kolesterol dan asam urat.
Ketua Pelaksana Skrining, Nuridha Ajeng Dinira mengatakan, sasaran mereka memang orang tua dan orang yang beresiko. Ia menerangkan, orang-orang yang beresiko secara umum mereka yang memiliki riwayat keluarga sindroma metabolik.
"Sindroma metabolik sendiri adalah sekumpulan kondisi tekanan darah, gula darah, lemak dan kolesterol tinggi. Kondisi tersebut berbahaya karena akan meningkatkan resiko-resiko penyakit jantung, stroke dan diabetes," kata Ajeng, Senin (20/9).
Satu pekan sebelumnya, TBMM Humerus melakukan pelatihan pemeriksaan ke kader Posyandu. Dari pelatihan terungkap hanya satu dari delapan orang yang menguasai pemeriksaan tekanan darah dan GCU (glucose, cholesterol and uric acid) meter.
"Harapannya, program kami tidak selesai begitu saja, sehingga dapat diteruskan oleh kader-kader," ujar Ajeng.
Selama proses pemeriksaan diketahui banyak masyarakat dari dua dusun menderita sindroma metabolik. Ajeng menekankan, sindroma metabolik meningkat resikonya terhadap orang-orang yang gemar konsumsi makanan manis dan jarang olahraga.
Kebiasaan merokok, bertambah usia dan riwayat keluarga dapat pula meningkatkan resiko. Gejala sindroma metabolik bisa dikenali dengan perubahan tubuh mudah lelah, pegal, sesak nafas, sering buang air kecil dan kelebihan berat badan.
"Sebaiknya, seseorang berusia lebih dari 45 tahun dengan gejala tersebut segera datang ke dokter, skrining kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang tepat," kata Ajeng.
Ajeng menambahkan, usia lebih dari 45 tahun harus melakukan skrining kesehatan minimal satu tahun. Namun, lebih baik lagi tiap tiga bulan, terutama bagi orang beresiko tinggi. Sayangnya, itu masih sulit dilakukan, terutama di pinggiran.
"Faskes yang jauh dan mahal membuat masyarakat semakin tidak bisa menjangkau. Lewat program ini, kami berharap kualitas kesehatan masyarakat meningkat. TBMM Humerus berencana kembali melakukan pelayanan kesehatan pada Desember 2022," ujar Ajeng.