Jumat 30 Sep 2022 16:50 WIB

Ada Ancaman Resesi, Perlu Strategi Kelola Keuangan

Revisi rencana keuangan yang sebelumnya sudah dibuat.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Manajemen keuangan dan investasi (ilustrasi).
Foto: Republika/Prayogi
Manajemen keuangan dan investasi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Menteri Keuangan, Sri Mulyani, memproyeksikan ekonomi dunia resesi 2023. Pengamat perbankan, keuangan, dan investasi UGM, I Wayan Nuka Lantara menilai, resesi yang akan terjadi karena lonjakan inflasi, dampak konflik Rusia-Ukraina.

Peningkatan inflasi tersebut diikuti kebijakan pengetatan moneter oleh bank sentral di negara Eropa dan Amerika. Dengan menaikkan tingkat bunga acuan yang akan berdampak juga pada kebijakan yang diambil bank sentral di negara lainnya.

Bila bunga acuan meningkat, biaya modal dan bunga kredit yang ditanggung bisnis naik. Dampak lanjutan biasanya diikuti mata uang lokal melemah kepada mata uang asing. Terutama, jika suatu negara miliki banyak pinjaman dalam mata uang asing.

Baik oleh pemerintah maupun swasta, jumlah mata uang lokal yang akan dikeluarkan untuk membayar pinjaman dalam mata uang asing akan pula meningkat. Jika kondisi tersebut tidak membaik, maka kombinasi rentetan harga produk yang akan meroket.

"Inflasi yang meningkat, bunga acuan kredit yang naik, serta pelemahan mata uang lokal pada akhirnya akan berisiko menyebabkan terjadinya krisis ekonomi global," kata Wayan, Jumat (30/9/2022).

Untuk mengelola keuangan pribadi menghadapi ancaman resesi ini, Wayan mengimbau masyarakat untuk tetap tenang sambil melaksanakan revisi rencana keuangan yang sebelumnya sudah dibuat. Ia menilai, penyiapan dana darurat penting dilakukan.

Namun, perlu pula dibarengi upaya-upaya kepada dua lainnya. Pertama, berusaha untuk mencari alternatif tambahan penghasilan selain dari gaji tetap. Misalnya, memanfaatkan hobi untuk bisnis, berjualan daring dan tetap rutin berinvestasi.

Kedua, lakukan identifikasi ulang ke pos-pos pengeluaran. Pada saat yang sama mencari celah melakukan penghematan ke pos-pos pengeluaran yang kurang penting atau bisa ditunda. Tentu, ada ketakutan investasi saat situasi tidak menentu.

Wayan menyebut, investasi selama ini menjadi cara efektif untuk melawan dampak negatif inflasi. Pilihan investasi yang cocok antisipasi krisis ekonomi global menggeser bobot dana investasi lebih banyak ke investasi yang aman (safe haven).

Untuk jenis-jenis investasi yang aman antara lain deposito, emas, hingga surat berharga yang diterbitkan negara. Jika ingin lakukan investasi saham sebaiknya ke saham-saham yang bergerak sektor industri defensif, tetap bisa bertahan meski krisis.

"Misalnya, saham perusahaan yang bergerak di industri consumer goods, kesehatan, bank, energi dan utilitas," ujar Wayan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement