REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Bagi Yatinah (48 tahun), pedagang tenongan/kecil di Pasar Patikraja, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sulit sekali untuk terlepas dari bank plecit yang kerap meminjamkan uang dengan bunga yang besar. Belum lunas utang di satu pihak, ibu dua anak ini kembali berutang pada bank plecit lainnya sehingga sulit untuk dibayarkan.
"Utang saya Rp 2 juta ke empat orang, belum lunas saya pinjam lagi, begitu terus," ungkap Yatinah kepada Republika.co.id.
Dengan cicilan Rp 10 ribu per hari Yatinah seringkali tidak sanggup membayarnya. Apalagi berjualan tenongan, yang kebanyakan adalah sayuran, hanya menghasilkan paling besar sekitar Rp 50 ribu per hari.
Suaminya hanya bekerja serabutan, sehingga keluarga Yatinah dan biaya anaknya sekolah bergantung pada hasilnya berdagang tenongan di Pasar Patikraja.
Nasib yang sama menimpa Kenuarsih (54 tahun), yang berutang sebesar Rp 1,5 juta kepada bank plecit. Meski tidak ada tanggungan anak dan hanya hidup berdua dengan suaminya, ia yang berutang demi modal merasa kesulitan melunasinya.
"Saya pinjam buat nambah modal jualan sayuran, pisang, apapun. Kalau lagi sepi bisa-bisa pulangnya nggak bawa uang, jadi lunasnya lama," ujar Kenuarsih.
Meski kondisi keduanya perlu mendapat bantuan dari pemerintah, Kenuarsih dan Yatinah bukan merupakan keluarga penerima manfaat (KPM). Mereka tidak pernah mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) ataupun Bantuan Langsung Tunai BBM (BLT BBM) yang baru saja ditetapkan oleh pemerintah.
Keduanya bahkan sudah pernah mengajukan sebagai penerima bantuan hingga kelurahan, tapi tiap kali bantuan dibagikan, mereka tidak pernah kebagian. Hanya bantuan sembako yang pernah didapatkan selama Covid-19.
Bank plecit merupakan praktik pinjaman rentenir yang awam di pasar-pasar tradisional. Tidak hanya Yatinah dan Kenuarsih, banyak pedagang kecil yang mengalami hal serupa dan harus pinjam sana sini untuk bisa melunasi.
Praktik 'gali lubang tutup lubang' pun menjadi hal yang biasa bagi para pedagang kecil ini. Akibatnya, utang mereka tidak pernah lunas.
Dapat bantuan modal
Hal inilah yang menjadi perhatian Baznas Banyumas. Melalui koordinasi dari relawan Baznas di Pasar Patikraja, Baznas membantu para pedagang kecil tersebut melunasi utang mereka kepada para rentenir.
Seorang pedagang bernama Topan (54 tahun) menjadi ketua kelompok yang membantu mendata para pedagang yang terjerat hutang bank plecit. Topan yang memiliki kios di Pasar Patikraja dan secara ekonomi lebih mampu daripada para pedagang tenongan, menjadi penyambung tangan Baznas dengan para pedagang.
Ia membantu mendata para pedagang tenongan yang memerlukan bantuan dari Baznas. Menurut Topan, awalnya Baznas meminta data 20 pedagang yang akan dibantu pelunasan hutang ke rentenir.
Setelah didata, jumlahnya membengkak melebihi 25 orang. "Ternyata lebih banyak dari itu, dan alhamdulillah bisa dibantu Baznas. Untuk pelunasannya saya menemani para pedagang tenongan membayarkan hutang mereka," katanya.
Jumlah utang yang dilunasi paling besar Rp 2,5 juta dan terendah Rp 500 ribu. Sebagai syarat pelunasan, mereka diharuskan membuat surat pernyataan untuk tidak lagi meminjam di bank plecit.
Para pedagang ini juga dibentuk kelompok yang akan membantu mereka dalam permodalan juga dalam berinfak. Kelompok Kenuarsih dan Yatinah telah mendapatkan bantuan modal sebesar Rp 500 ribu sebelumnya pada 2019.
Sebagai penerima bantuan yang rajin berinfaq, mereka pun direkomendasikan untuk kembali mendapatkan bantuan permodalan lagi. Kini, keduanya tengah menunggu pencairan bantuan modal di Oktober 2022. "Alhamdulillah walaupun sedikit, saya rajin berinfak," kata Yatinah.
Selain di Pasar Patikraja, program pelunasan utang rentenir ini juga dilaksanakan Baznas Banyumas di Pasar Piasa Kulon, Kecamatan Somagede, dan sedang diupayakan di Pasar Ajibarang, Kecamatan Ajibarang. Menurut Kabag Pendistribusian dan Pendayagunaan Baznas Banyumas, Apri Hermawan, program ini merupakan bagian dari upaya Baznas untuk mengentaskan riba.
"Makanya syarat utama kami lunasi hutangnya yaitu tidak boleh meminjam lagi di bank plecit. Ini merupakan bantuan zakat produktif," kata Apri.
Pembentukan kelompok juga dimaksudkan untuk mengawasi para pedagang untuk tidak lagi meminjam kepada rentenir. Selain itu, saat berkumpul, mereka juga akan mengikuti majelis taklim dan diingatkan untuk berinfak.
Seperti kelompok Yatinah yang diberikan celengan infak untuk kemudian disetorkan secara sukarela setiap kegiatan kumpul kelompok. Meski ini merupakan iuran sukarela, ini merupakan upaya Baznas untuk menjadikan mereka sebagai muzakki.
Data Baznas Banyumas per 22 September 2022 menunjukkan, jumlah pentasyarufan ZIS telah mencapai sekitar Rp 9,85 miliar atau sebesar 65,64 persen dari target Rp 15 miliar. Dari total tersebut, di luar amil, jumlah bantuan produktif yang telah ditasyarufkan sekitar Rp 1,6 miliar, sedangkan bantuan konsumtif Rp 6,82 miliar.
Meskipun penyaluran zakat dari berbagai pihak dilakukan secara menyeluruh, namun sekitar 90 persen zakat berasal dari ASN. Tercatat terdapat sebanyak 8,400 muzakki di Banyumas, dan dari jumlah tersebut sebanyak 732 merupakan muzakki perorangan di luar ASN.
Kemudian untuk penyalurannya, sebelumnya memiliki porsi 60 persen untuk zakat konsumtif dan 40 persen untuk zakat produktif. Namun di tahun ini, kebijakan Baznas dari pusat mengubah porsinya menjadi sama besar.
Diharapkan, program-program zakat produktif di tahun ini mampu mendorong ekonomi masyarakat yang sempat terpuruk selama pandemi, juga mengentaskan kemiskinan. "Harapan Baznas dari program ini nantinya akan tercipta muzakki-muzakki baru," ujar Apri, menegaskan.