Senin 14 Nov 2022 16:24 WIB

Penuhi Permintaan Restoran Kelas Dunia, Ikan Sidat Cilacap Ekspor Hingga Mancanegara

Koperasi Mina Sidat Bersatu telah mampu mengekspor 8 ton unagi olahan atau kabayaki.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Muhammad Fakhruddin
Penuhi Permintaan Restoran Kelas Dunia, Ikan Sidat Cilacap Ekspor Hingga Mancanegara (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Basri Marzuki
Penuhi Permintaan Restoran Kelas Dunia, Ikan Sidat Cilacap Ekspor Hingga Mancanegara (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Idealisa Masyrafina

CILACAP -- Budidaya ikan sidat di Desa Kaliwungu, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap berkembang sangat pesat. Tidak hanya mampu memenuhi perekonomian warga desa tersebut, hasil budidaya sidat di desa ini bahkan telah diekspor ke Jepang.

Baca Juga

Sidat merupakan salah satu ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Jepang, yang disebut unagi. Menyerupai belut, ikan ini populer karena memiliki cita rasa gurih dengan tekstur yang lembut, serta memiliki kandungan protein yang tinggi.

Akan tetapi, ikan sidat Jepang (/Anguilla japonica/) terdaftar sebagai terancam punah di bawah daftar merah spesies terancam Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Inilah yang membuat Jepang berbondong-bondong mencari ikan ini ke negara lain.

Mengetahui hal ini, Ruddy Sutomo (44 tahun) mencoba peruntungannya dalam bisnis sidat. Usahanya mengelola rental mobil di Cikarang pada 2009 silam mengenalkannya kepada salah seorang turis Jepang yang menceritakan mengenai hal ini. Tidak disangka, ikan sidat rupanya banyak di alam liar kampung halamannya, Cilacap.

"Awalnya saya kirim sidat tangkapan alam ke Jepang, dan ternyata orang sana nggak suka sama tekstur dagingnya yang kecil," tutur Ruddy.

Kala itu, pada tahun 2010, ikan sidat kurang populer di Indonesia, sehingga ilmu budidaya ikan ini tidak diketahui banyak orang. Dibantu dengan kenalannya yang orang Jepang tersebut, Ruddy lalu belajar budidaya ikan sidat dari seorang ahli perikanan asal Universitas Kagoshima, Jepang. Ahli tersebut datang ke Indonesia untuk mengajarkan teknik budidaya sidat, khususnya pakan ikan ini.

Ilmu yang didapat dari Jepang ini, kemudian berupaya diterapkan oleh Ruddy hingga ia berhasil memproduksi pakan yang sesuai di Tasikmalaya. Usahanya berkembang hingga ia bisa memproduksi unagi matang, atau yang disebut kabayaki, dan diekspor ke Jepang.

Kemudian pada 2017 Ruddy memindahkan usaha budidayanya ke kampung halamannya di Cilacap. Di sana, ia membangun kolam di dekat Sungai Cibeuruem, yang merupakan habitat asli ikan sidat. Melalui usahanya, ia berhasil membudidaya sidat asli Cilacap jenis Anguilla bicolor yang memiliki tekstur daging yang tebal dan empuk.

Permintaan kabayaki yang semakin banyak membuat Ruddy merintis Koperasi Mina Sidat Bersatu dengan mengajak warga sekitar. Saat ini, sebanyak 50 orang warga Kaliwungu telah menjadi anggota koperasi dan hasil budidaya mereka telah dipasarkan ke restoran-restoran Jepang dalam dan luar negeri mulai 2019 lalu.

Berkat kerja keras Ruddy, Koperasi Mina Sidat Bersatu mendapat bantuan dari program Food Agricultural Organization (FAO) melalui proyek IFish. IFish merupakan proyek FAO bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI yang fokus pada tiga komoditas ikan air tawar (sidat, arwana, belida) di beberapa lokasi. Proyek IFish tidak hanya melakukan pendataan dan monitoring jenis ikan air tawar, tetapi juga membantu upaya pengembangbiakan ikan air tawar yang dilindungi.

"Kita dijadikan percontohan, FAO kerjasama dengan KKP memberi dukungan bentuknya beberapa kegiatan seperti sosialisasi dan pelatihan," tutur Ruddy.

Kampung Sidat Kaliwungu diresmikan pada 22 November 2018 oleh perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (KKP), FAO Indonesia, serta Pemerintah Kabupaten Cilacap. Kampung ini menjadi pilot project atau proyek percontohan budidaya sidat.

Kini, dari enam hektare kolam sidat, Koperasi Mina Sidat Bersatu telah mampu mengekspor 8 ton unagi olahan atau kabayaki. Sedangkan untuk kebutuhan lokal yakni restoran-restoran mewah di Jakarta, Yogyakarta dan Bali, ia bisa memasok sekitar 12 ton per tahun. Omzet koperasi ini pun telah mencapai Rp 350 juta hingga RP 400 juta per bulan.

"Kami sekarang memproduksi hasil olahan unagi untuk kebutuhan lokal sekitar 500 kg sampai 1 ton per bulan. Kalau ada yang berlebih, baru kami ekspor ke Jepang atau negara-negara lainnya, seperti Vietnam, Korea dan Hawaii," ungkap Ruddy.

Untuk produk olahannya ini, koperasi telah mengurus perizinan BPOM dan sertifikasi halal. Selanjutnya, Koperasi Mina Sidat Bersatu akan terus mengembangkan olahan ikan sidat. Dengan bantuan iFish, rencananya mereka akan memproduksi hasil sampingan produksi sidat seperti duri dan tulang menjadi olahan seperti keripik dan abon. FAO juga akan mendatangkan ahli yang akan mengajari cara mengolah bahan-bahan ini.

"Nanti produknya akan didaftarkan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) dan dipasarkan ke warung ataupun minimarket. Harapannya bisa jadi oleh-oleh khas Cilacap," kata Ruddy.

Mengenai kebijakan KKP RI terkait pelarangan penangkapan ikan sidat di alam, rencananya Kampung Sidat Kaliwungu ini akan dijadikan daerah konservasi atau perlindungan ikan sidat. 

Hal ini dikemukakan oleh Kepala Bidang Perikanan Budi Daya Dinas Perikanan Kabupaten Cilacap Indarto. Ia mengatakan, sesuai dengan kebijakan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) Cilacap merupakan salah satu dari 10 lokasi kabupaten/kota yang dicanangkan sebagai kawasan daerah pelarangan penangkapan ikan sidat.

Sosialisasi mengenai kebijakan ini telah dilaksanakan dengan memasang papan larangan penangkapan ikan sidat di kawasan Laguna Segara Anakan, habitat asli sidat. Kendati begitu, menurut Indarto Desa Kaliwungu, Kecamatan Kedungreja, kemungkinan akan diusulkan sebagai salah satu daerah konservasi ikan sidat.

"Ini karena di Desa Kaliwungu terdapat kegiatan budi daya dan konservasi sidat mulai dari pendederan benih, pembesaran, dan pengolahan serta restocking (pengisian kembali) ikan tersebut di aliran Sungai Cibereum yang bermuara di Laguna Segara Anakan, juga ada beberapa titik di Laguna Segara Anakan," ujar Indarto beberapa waktu lalu.

Kajian terhadap daerah-daerah tertentu yang secara teknis layak diusulkan menjadi daerah konservasi atau perlindungan ikan sidat diharapkan akan selesai secara keseluruhan pada 2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement