Senin 28 Nov 2022 15:20 WIB

Tren Prevalensi Balita Stunting di Kabupaten Sleman Alami Penurunan 

Sembilan kapanewon angka prevalensinya masih di atas target kabupaten.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Yusuf Assidiq
LEISURE:ilustrasi stunting
Foto: Antara/Nyoman Hendra Wibowo
LEISURE:ilustrasi stunting

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Tren prevalensi balita stunting di Kabupaten Sleman, DIY, dari 2018 - 2022 diklaim mengalami penurunan. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Esti Kurniasih mengungkapkan, pada 2021 lalu, prevalensi balita stunting di  Sleman mencapai 6,92 persen.

Sedangkan di 2022 ini prevalensi balita stunting turun menjadi 6,88 persen. "Alhamdulilah trennya kita semakin tahun semakin menurun," kata Esti dalam kegiatan Diseminasi Pengukuran dan Publikasi Stunting 2022 Kabupaten Sleman di Alana Hotel Yogyakarta, Sleman, Senin (28/11/2022).

Pada 2018 lalu, prevalensi balita stunting di Sleman mencapai 11 persen, penurunan kembali terjadi di  2019 dengan 8,38 persen, kemudian kembali turun di 2020 dengan 7,24 persen. Untuk 2022 sendiri Sleman sebelumnya menargetkan prevalensi balita stunting di angka 7,19 persen.

"Tahun ini capaian kita sudah mencapai 6,88 artinya di tahun ini kita sudah melampaui target," ujarnya. Ada sembilan kapanewon yang angka prevalensinya masih di atas target kabupaten.

Antara lain Minggir (13,16 persen), Turi (12,75 persen), Ngemplak I (12,63 persen), Pakem (11,80 persen), Moyudan (9,91 persen), Godean I (8,73 persen), Mlati II (8,03 persen), Depok II (7,57 persen), dan Seyegan (7,55 persen). Esti mengatakan, di Kapanewon Minggir dan Turi hanya ada satu puskesmas.

"Sleman menjadi prevalensi yang terendah stuntingnya di bawah ini, yaitu 3,9 . Kebetulan Sleman juga puskesmasnya hanya satu jadi monggo ini bisa jadi perhatian kita bersama," ujarnya.

Jumlah balita stunting 0-59 bulan di Sleman pada 2022 mencapai 3.499 balita. Terbanyak ada di Pakem (253 balita), disusul Turi (227 balita), Minggir (208 balita), Prambanan (199 balita), Kalasan (183 balita).  "Jadi di Pakem itu paling tinggi jumlah balita yang stunting," kata dia.

Esti menjelaskan, ada sejumlah faktor deteminan permasalahan stunting di Sleman 2022. Ketiga faktor determinan tersebut antara lain adanya  keluarga balita yang merokok (64 persen), masih adanya keluarga balita yang belum memiliki JKN (36 persen), dan ibu hamil dengan riwayat Kekurangan Energi Kronis (KEK) (15 persen).

Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, menyambut baik turunnya angka prevalensi balita stunting di Kabupaten Sleman. Hal tersebut menurutnya tidak lepas dari kolaborasi semua pihak terkait.

"Alhamdulilah Kabupaten Sleman pada kesempatan ini dengan kolaborasi semua yang ada, data dari sumber PSG yaitu Pemantauan Struktur Gizi di 25 puskesmas, anak-anak kita kurang lebih ada 60 ribu, pada 2021 itu target kita itu ada data stunting itu 6,92 sekarang turun menjadi 6,8 persen," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement