Senin 28 Nov 2022 22:10 WIB

Ikan Sidat, Primadona Ekspor dan Upaya Perlindungannya

Benih sidat masih sangat bergantung dari hasil tangkapan di alam.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Muhammad Fakhruddin
Kegiatan kampung sidat Kaliwungu, Cilacap dalam proses budidaya dan pengolahan ikan sidat.
Foto: Dok. Proyek IFish
Kegiatan kampung sidat Kaliwungu, Cilacap dalam proses budidaya dan pengolahan ikan sidat.

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Idealisa Masyrafina/Jurnalis Republika

Sidat merupakan salah satu ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Jepang, yang disebut unagi. Menyerupai belut, ikan ini populer karena memiliki cita rasa gurih dengan tekstur yang lembut, serta memiliki kandungan protein yang tinggi.

Baca Juga

Akan tetapi, ikan sidat Jepang (Anguilla japonica) terdaftar sebagai terancam punah di bawah daftar merah spesies terancam Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Inilah yang membuat Jepang berbondong-bondong mencari ikan ini ke negara lain.

Di Indonesia sendiri, ikan ini tidak banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena harganya relatif lebih mahal dan justru menjadi komoditas ekspor. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2020 nilai ekspor sidat Indonesia mencapai USD 16 juta dan tahun 2021 nilai ekspor sidat Indonesia mencapai lebih dari USD 10 juta.

Salah satu wilayah yang perkembangan budidaya sidatnya cukup pesat yakni Kabupaten Cilacap. Di sana, terdapat Kampung Sidat Kaliwungu yang memiliki koperasi budidaya ikan sidat. Data Dinas Perikanan Kabupaten Cilacap 2021 menunjukkan, rata-rata per tahun produksi sidat di wilayah tersebut bisa mencapai 33,5 ton, dan dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan restoran mewah dalam dan luar negeri.

"Pemasaran sidat memang sempat terhambat akibat pandemi dan peluang ekspornya baru kembali terbuka sekitar pertengahan tahun 2021," kata Kepala Bidang Perikanan Budi Daya, Dinas Perikanan Kabupaten Cilacap, Indarto kepada Republika.

Menurut Indarto, perkembangan budidaya ikan sidat di Desa Kaliwungu, Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap memang sangat potensial. Terlebih lagi, prospek ekonomi biru dari budidaya ikan ini telah membantu mata pencaharian warga di sana.

Para warga di Desa Kaliwungu telah bergabung menjadi anggota Koperasi Mina Sidat Bersatu, yang kini juga menjadi bagian dari proyek iFish. Proyek IFish merupakan kerjasama Badan Pangan Pertanian PBB (FAO) dan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan dukungan Global Environment Fund (GEF) untuk konservasi ekosistem dan perikanan perairan darat.

Tidak hanya sidat, ikan belida dan arwana juga menjadi spesies target yang didukung keberlanjutannya oleh proyek IFish, melalui pengarusutamaan nilai-nilai konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan terutama untuk ekosistem yang bernilai tinggi. Kampung Sidat Kaliwungu diresmikan pada 22 November 2018 sebagai pilot project atau proyek percontohan budidaya sidat.

"Sidat adalah komoditas perikanan darat bernilai tinggi di Kabupaten Cilacap. Untuk itu, FAO dan KKP melalui Proyek IFish mendorong upaya pengelolaan berkelanjutan agar perikanan sidat di Kabupaten Cilacap tetap lestari," ujar National Project Manager Proyek IFish, Sudarsono kepada Republika.

Sudarsono menjelaskan, hingga saat ini sidat belum bisa dikembangbiakkan oleh manusia, sehingga benih sidat haya dapat diperoleh dari tangkapan dari alam. Peran FAO melalui Proyek IFish adalah untuk membantu pemerintah dalam mengembangkan budidaya sidat sebagai percontohan pembesaran sidat yang ramah lingkungan, terutama pada fase rawan yaitu pada fase glass eel (benih sidat) ke elver (berukuran sekitar 12 cm). Hal ini dilakukan agar dapat meningkatkan efisiensi dan tingkat kelulushidupan sidat pada fase tersebut.

Selain itu, proyek IFish juga melakukan kegiatan demonstrasi pembesaran sidat di fase elver ke ukuran konsumsi, peningkatan kapasitas mitra dan masyarakat melalui pelatihan – pelatihan budidaya sidat, serta memfasilitasi peningkatan efektifitas budidaya sidat di Kampung Sidat Kaliwungu melalui teknologi pemberian pakan sidat dan pemantauan kualitas air secara otomatis.

Ada dua lokasi terkait sidat yang menjadi lokasi kerja proyek IFish yaitu Sukabumi dan Cilacap. Khusus untuk Kabupaten Cilacap, proyek IFish telah melakukan sejumlah kegiatan seperti: pencanangan kampung sidat, kegiatan demonstrasi untuk budidaya yang berkelanjutan, restocking sidat ke habitat perairan darat, pendataan perikanan, usulan kawasan konservasi sidat, pembentukan forum komunikasi pengelolaan perairan darat, penyusunan naskah akademis untuk rancangan peraturan daerah terkait perikanan darat, penyusunan grand design perikanan sidat Kabupaten Cilacap.

Sejumlah pelatihan juga diberikan untuk komunitas masyarakat, pelatihan budidaya sidat, pelatihan pembuatan pakan, pelatihan pembuatan proposal untuk pengajuan permodalan kegiatan perikanan darat.

"Para ibu juga tidak luput dari perhatian kami, awal November lalu kami melakukan pelatihan pengolahan hasil sampingan produksi sidat bakar (Unagi Kabayaki). Jadi kepala, sirip, tulang, dan daging bagian tengah dapat diolah menjadi makanan yang enak, bergizi, terjangkau, dan bisa dijadikan sumber pendapatan alternatif," tutur Sudarsono.

Mengingat status sidat yang dilindungi secara terbatas, proyek IFish mendorong upaya pelestarian sidat dan pemanfaatan sidat dengan sebaik-baiknya, jadi tidak ada sidat yang terbuang. Kesuksesan proyek iFish ini dapat terlihat dari pertumbuhan ekonomi biru di Kampung Sidat Kaliwungu.

Menurut perintis Koperasi Mina Sidat Bersatu, Ruddy Sutomo, kini, dari enam hektare kolam sidat, koperasi tersebut telah mampu mengekspor 8 ton unagi olahan atau kabayaki per tahun. Sedangkan untuk kebutuhan lokal yakni restoran-restoran mewah di Jakarta, Yogyakarta dan Bali, koperasi bisa memasok sekitar 12 ton per tahun. Omzet koperasi ini pun telah mencapai Rp 350 juta hingga RP 400 juta per bulan.

"Kami sekarang memproduksi hasil olahan unagi untuk kebutuhan lokal sekitar 500 kg sampai 1 ton per bulan. Kalau ada yang berlebih, baru kami ekspor ke Jepang atau negara-negara lainnya, seperti Vietnam, Korea dan Hawaii," ungkap Ruddy.

#Perlindungan Habitat Sidat

Permintaan ekspor yang semakin tinggi dikhawatirkan dapat memicu kelangkaan spesies ikan ini, sehingga Pemerintah berupaya untuk melindungi habitatnya. Apalagi, benih sidat masih sangat bergantung dari hasil tangkapan di alam dan belum mampu dihasilkan melalui pemijahan buatan.

Untuk melindungi ikan ini, diterbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 80 Tahun 2020 tentang Perlindungan Terbatas Ikan Sidat. Sebelum itu, Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Sidat juga sudah dilaksanakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selama 2016-2020.

Program ekonomi biru yang digalakkan oleh Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono selanjutnya juga termasuk menjaga keberlanjutan ekosistem sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir. "Yang paling utama program ini (ekonomi biru) untuk menjaga kesehatan ekosistem perikanan. Karena kunci keberhasilan pengelolaan laut adalah kesehatan laut itu sendiri," kata Menteri Trenggono beberapa waktu lalu.

Pada tahun 2022 ini, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap melalui Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan melakukan pencadangan kawasan Daerah Larangan Penangkapan Ikan Sidat dengan melibatkan pemangku kepentingan setempat dan para pakar/ahli terkait.

Kebijakan tata kelola pemanfaatan ikan sidat melalui pencanangan kawasan/wilayah pelarangan penangkapan sidat secara terbatas dilakukan dengan cara melakukan pencadangan kawasan daerah larangan penangkapan ikan sidat di 10 lokasi, salah satunya di Kabupaten Cilacap. Pencadangan kawasan ini dilakukan pada koordinat tertentu dengan radius 1 kilometer ke arah hulu dan hilir dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan peluang siklus biologi hidup ikan sidat pada saat beruaya ke hulu atau sebaliknya.

"Meskipun efektivitasnya masih terus dilakukan pemantauan, namun kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi tingkat kematian ikan sidat dewasa (khususnya indukan) akibat kegiatan penangkapan ikan sidat," menurut keterangan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI kepada Republika.

Ditjen Perikanan Tangkap juga mengungkapkan, proyek iFish dengan KKP sudah melakukan kajian dan pengusulan kawasan konservasi perikanan sidat dan ikan air tawar endemik di Sukabumi dan Cilacap. Di Kabupaten Cilacap, usulan pencadangan sudah diterima oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa tengah.

Selain itu, penyusunan grand design perikanan sidat di Sukabumi dan Cilacap juga hampir selesai. Grand design ini untuk mengatur perencanaan teknis dan detail pemanfaatan dan pelestarian sidat, sehingga manfaat ekonomi lebih optimal dan keberlanjutan sidat tetap terjaga. Tidak hanya itu, platform system database IIFGIS sedang disiapkan sebagai tools evaluasi dan monitoring EAFM dan biodiversity perikanan darat.

Sementara itu, Pemkab Cilacap  berupaya menjadikan lokasi budidaya ikan sidat di wilayahnya sebagai daerah konservasi. Kepala Bidang Perikanan Budi Daya, Dinas Perikanan Kabupaten Cilacap, Indarto mengatakan, pihaknya sudah memulai kajian lokasi konservasi sumber daya sidat.

"Ada beberapa titik yang sesuai kajian akademik sedang kita usulkan untuk mendapat perhatian, dan dapat diusulkan ditetapkan sebagai daerah konservasi. Setelah kajian, kemudian pengusulan penetapan daerah konservasi ke provinsi," tutur Indarto.

Diharapkan dengan berbagai program yang dijalankan oleh KKP dan stakeholder terkait, dapat melindungi habitat sidat sekaligus meningkatkan produksi budidayanya. Mengingat luasnya jalur ruaya sidat yang meliputi laut dan sungai, dengan melindungi habitat sidat, upaya-upaya ini sekaligus melindungi spesies ikan darat lainnya. 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement