REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG -- Universits Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang berkomitmen membantu Pemerintah dalam menekan persoalan yang masih dihadapi para Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Komitmen ini diwujudkan melalui keterlibatan UIN Walisongo –dalam hal ini Fakultas Psikologi dan Kesehatan (FPK)-- pada pelaksanaan berbagai tes kompetensi psikologis kepada para calon PMI.
Di luar ini, kesempatan UIN Walisongo untuk mengawal bebagai persoalan hukum yang dihadapi oleh PMI juga kian terbuka.
“Terkait hal ini, UIN Walisongo telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) kerjasama dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI),” ungkap Rektor UIN Walisongo, Prof Dr Imam Taufiq MAg di Semarang, Jawa Tengah, Senin (5/12).
Menurut Rektor UIN Walisongo, ada kesesuaian pandangan antara UIN Walisongo dengan BP2MI dalam mengelola, memberikan perlindungan serta mengawal para PMI sebagai pahlawan devisa.
FPK UIN Walisongo, jelasnya, telah memiliki lembaga yang sejauh ini telah mendapatkan kepercayaan untuk melaksanakan amanah dalam penyelenggaraan berbagai macam tes kompetensi psikologis.
Selain itu, Lembaga Penyuluhan Konsultasi dan Bantuan Hukum Islam (LPK BHI) UIN Walisongo --sebagai salah satu lembaga bantuan hukum dibawah Kementerian Agama yang terakreditasi A dari Mahkamah Agung—juga berpotensi dalam mendukung BP2MI.
“Termasuk juga peluang bagi Lembaga Penelitian dan Pengabdian masyarakat (LP2M) UIN Walisongo dalam membantu riset kebijakan BP2MI maupun Pusat Kajian Pekerja Migran Indonesia,” jelas Imam Taufiq.
Hal ini diamini oleh Dekan FPK UIN Walisongo, Prof Dr H Syamsul Maarif MAg komitmen UIN Walisongo ini merupakan implementasi dari kepedulian UIN Walisongo terhadap berbagai persoalan yang jamak dihadapi para PMI.
Sekaligus juga mendukung kebijakan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim terkait dengan perwujudan Kampus Merdeka, yang memungkinkan mahasiswa belajar dari problem realita di masyarakat, dalam hal ini para PMI.
Menurutnya, berbagai problem yang dihadapi para pekerja migran harus membuka mata mahasiwa agar mampu menjadi agen yang solutif.
“Bukan hanya terkait dengan persoalan yang dihadapi PMI di luar negeri, namun juga dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) calon pekerja migran di masa depan,” tegasnya.
Seperti diketahui, lanjut Syamsul Ma’arif, sejumlah persoalan seputar perlindungan dan bantuan hokum kepada para pekerja migran masih sangat dibutuhkan, seperti sindikat penyelundupan imigran, rentenir hingga kesejahteraan para pahlawan devisa PMI.
PMI merupakan pahlawan devisa, yang telah menyumbangkan pendapatan terbesar kedua kepada negara setelah migas.
“Sesuai amanat Undang Undang Nomor 18 Tahun 2017, PMI juga berhak mendapatkan jaminan perlindungan sosial, perlindungan hukum dan perlindungan ekonomi sebelum, selama dan sesudah bekerja,” tambahnya.