REPUBLIKA.CO.ID,UNGARAN -- Media sosial (medsos) masih menjadi salah satu pemicu tindakan perundungan yang terjadi di sekolah. Banyak aksi perundungan terjadi karena (umumnya) pelaku terinspirasi oleh konten- konten di media sosial.
Yang menjadi persoalan, saat ini masih sulit membatasi dan menyaring konten- konten yang disebarkan melalui media sosial, termasuk juga konten yang mestinya tidak layak untuk ditonton oleh anak- anak.
Hal ini terungkap dalam Sosialisasi Pencegahan Perundungan di Lingkungan Sekolah, yang dilaksanakan Polsek Bergas, di SDN Jatirunggo 01, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Selasa (13/12).
Kepala SDN Jatirunggo 01, Setyo Pujiamari dalam kesempatan ini mengatakan, banyak konten- konten dari media sosial –yang sebenarnya tidak layak bagi anak- anak—justru mudah sekali diakses, karena anak- anak kian akrab dengan gadget.
Di satu sisi, tidak setiap saat orang tua dapat mengawasi putra- putrinya dalam menggunakan piranti tersebut. Contoh kecil dari pengaruh konten di media sosial adalah adalah penggunaan kata- kata yang tidak pantas diucapkan oleh anak.
Sehingga dalam bersosialisasi dan berinteraksi di sekolah, anak akan mudah menirukannya apa yang pernah dilihatnya di media sosial dan dalam situasi tertentu ini menjadi awal tindakan perundungan kepada teman sebaya di sekolah.
Untuk upaya prefentif, guru di sekolah akan langsung menegur Secara lisan murid yang mengucapkan kata atau kalimat tidak pantas tersebut. Jika tidak ada perubahan, maka pihak sekolah akan membuat peringatan tertulis yang ditujukan kepada orang tuanya murid.
Salah satu pencegahan yang sudah kami lakukan, yakni melarang murid membawa telepon pintar ke sekolah dan kebijakan ini juga telah disosialisasikan oleh masing- masing wali kelas kepada setiap orang tua murid.
“Kalaupun peralatan tersebut dibutuhkan untuk keperluan belajar, kami (pihak sekolah) telah menyediakan chromebook dan tablet yang dapat digunakan murid selama berada di lingkungan belajar,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan, Kegiatan ini digelar dalam rangka penanaman wawasan mengenai pengertian, dampak dan cara- cara pencegahan tindak perundungan kepada seluruh warga sekolah.
“Kami ingin, anak- anak peserta didik paham apa arti perundungan, sehingga mereka tidak melakukan kekerasan --baik verbal maupun fisik-- kepada teman sebayanya, di sekolah,” tambahnya.
Kanit Binmas Polsek Bergas, Ipda Dwi Jani Kurniawan menyatakan, fenomena tindak perundungan di lingkungan sekolah akhir- akhir ini memang cukup mengkhawatirkan.
Oleh karena itu pihaknya merasa perlu memberikan pemahaman mengenai cara pencegahannya. “Kegiatan ini dimaksudkan agar anak- anak paham, jangan sampai menindas temannya yang bisa berujung pidana,” ungkapnya.
Selain memberikan penyuluhan ke lingkungan sekolah, kepolisian juga bekerjasama dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk menekan tingkat kenakalan anak dan remaja yang ada di lingkungannya masing- masing.
Dwi juga mengamini, konten media sosial besar pengaruhnya bagi anak- anak. Oleh karena itu ia juga mengibau kepada orang tua di rumah untuk selalu bisa mengawasi putra- putri mereka. “Terutama saat menggunakan telepon pintar dan mengakses media sosial,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Semarang, Bondan Marutohening menyampaikan, terkait maraknya aksi perundungan di sekolah tanggungjawabnya bukan hanya ada pada Disdikbudpora saja.
Para orang tua juga memiliki beban yang sama untuk menekan terjadinya aksi perundungan yang dilakukan murid kepada teman sebayanya di sekolah.
“Perlu disadari, anak tidak berada dalam jangkauan guru selama 24 jam. Sehingga peran orang tua dalam menanamkan tindak pencegahan perundungan sangat penting, sebab mereka yang lebih paham bagaimana karakter putra- putri mereka,” tandas Bondan.