Senin 26 Dec 2022 17:31 WIB

Dari Budi Daya Maggot, Urai Sampah Ramah Lingkungan Bernilai Ekonomi Tinggi

Budi daya maggot dianggap dapat menjadi kunci utama untuk mengurangi sampah organik.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Muhammad Fakhruddin
Budi daya maggot yang dikembangkan PT Greenprosa asal Kabupaten Banyumas. Hasil budi daya ini berupa pupuk organik dan maggot kering untuk pakan ternak.
Foto: Greenprosa
Budi daya maggot yang dikembangkan PT Greenprosa asal Kabupaten Banyumas. Hasil budi daya ini berupa pupuk organik dan maggot kering untuk pakan ternak.

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Idealisa Masyrafina/Jurnalis Republika

Beberapa tahun terakhir ini budi daya maggot (belatung), sejenis larva dari lalat Black Soldier Fly/BSF (Hermetia illucens L.), semakin populer dalam upaya mendaur ulang sampah organik. Tidak hanya menjadi solusi untuk mengurangi sampah, budi daya maggot juga menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi.

Baca Juga

Bahkan penggunaan larva ini dilirik oleh Taman Safari Indonesia (TSI) untuk mengurai sampah organik, yang kebanyakan adalah kotoran hewan, di lokasi kebun binatang tersebut. Biasanya metode komposting digunakan untuk mengurai kotoran hewan, tapi dengan maggot, hasilnya justru akan lebih bernilai.

Arky Gilang Wahab (36 tahun) merupakan salah seorang yang pertama mempopulerkan budi daya maggot melalui perusahaan limbah dan bioteknologi bentukannya, PT Greenprosa Adikara Nusa (Greenprosa).

"Sekarang fasilitas budi daya maggot sedang kami bangun di Taman Safari. Diperkirakan bisa dimulai pada Maret 2023," ujar Arky Gilang Wahab kepada Republika.

Berawal dari keprihatinan akan kampung halamannya, Banyumas, yang darurat sampah pada 2018 silam, Arky mulai mencari cara untuk mengurangi sampah. Budi daya maggot dianggap dapat menjadi kunci utama untuk mengurangi sampah organik karena metode menguraikan sampah dengan maggot ini dapat dilakukan dengan cepat, ketimbang metode komposting untuk membuat pupuk kompos. Dengan metode komposting, diperlukan waktu sekitar 24-45 hari hingga sampah organik terurai menjadi kompos. Sedangkan dengan maggot, prosesnya jauh lebih cepat, yakni hanya perlu satu hari.

Tidak hanya digunakan untuk membuat kompos, maggot yang sudah selesai mengurai sampah di usia 14 hari akan dikeringkan dan dipanen sebagai sumber protein atau untuk bahan baku pakan ternak. Inilah yang menjadi sumber ekonomi bernilai tinggi.

Awalnya, Arky dan rekan-rekannya mendapatkan sampah organik dari lingkungan sekitar Desa Banjaranyar, Kabupaten Banyumas, yakni sekitar 5-10 kg sampah per hari. Sampah-sampah tersebut diberikan maggot sebanyak 5 gram yang kemudian mengurai sampah organik menjadi pupuk. Rupanya metode ini sangat efektif untuk mengurangi sampah dan memproduksi pupuk organik sehingga skala bisnisnya semakin berkembang.

Untuk mengembangkan budi daya maggot ini, Greenprosa memperluas kerjasama dengan kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang mengumpulkan sampah, serta dengan dua tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Banyumas untuk mengelola sampah organik di kampung halamannya.

Kini, pihaknya telah mengurai hampir 40 ton sampah organik per hari di Banyumas. Tentunya hal ini sangat membantu permasalahan sampah di kabupaten tersebut.

"Untuk sekarang sampahnya hampir 40 ton per hari dan maggot-nya sampai 5 ton per hari dan ditambah banyak dari mitra rekanan," kata lulusan Teknik Geodesi ITB ini.

Produk akhir dari pengolahan sampah organik dengan budi daya maggot antara lain maggot kering dan pupuk organik yang biasa disebut kasgot (bekas maggot). Maggot kering berasal dari maggot basah (hidup) yang sudah melewati fase mengurai sampah hingga 14 hari.

Pupuk kasgot ini memiliki kualitas lebih bagus dibandingkan dengan pupuk organik yang dijual di pasaran, sehingga permintaan akan pupuk organik hasil maggot ini terus meningkat. Apalagi pasar hanya sanggup memenuhi 20 persen pupuk organik dari kebutuhan nasional.

Permintaan maggot kering juga semakin meningkat seiring dengan semakin populernya manfaat larva ini sebagai sumber protein untuk pakan ternak. Saat ini permintaan maggot telah mencapai 1000 ton per bulan, sedangkan yang dapat dipenuhi oleh Greenprosa dengan para mitra baru mencapai 4 ton per hari atau 120 ton per bulan.

Menurut Arky, permintaan yang baru dapat dipenuhi bahkan baru untuk dua perusahaan pakan. Padahal banyak juga permintaan ekspor yang belum dapat disanggupi. "Dari Jepang mereka minta 10 kontainer per bulan atau sekitar 400 ton. Itu pun belum bisa kami sanggupi," imbuhnya.

Sebagai solusi efektif mengurangi sampah yang juga menghasilkan, budidaya maggot kini semakin berkembang luas di berbagai daerah. Kontribusi Arky dalam bidang lingkungan ini membuatnya meraih apresiasi SATU Indonesia Awards 2021 Bidang Lingkungan dari PT Astra International Tbk.

Semangat SATU Indonesia dalam berbagi, dikerahkan Arky dengan terus memperluas mitra budidaya maggot di berbagai daerah. Kini, Greenprosa telah berhasil menggandeng lebih dari 100 mitra untuk menjadi pemasok pupuk organik dan maggot kering atau sumber protein dan pakan ternak.

Upaya menggandeng mitra dan buyer dilakukan melalui branding di media sosial. Hasilnya, lebih dari 70 mitra telah melakukan kerjasama kontraktual untuk membangun fasilitas budidaya maggot. Beberapa di antaranya terdapat di Pekalongan, Semarang, Salatiga, Magelang, Yogyakarta, Klaten, Bali dan Jakarta Utara.

Diperkirakan pertengahan tahun 2023, produksi maggot kering bisa lebih optimal dengan selesainya semua fasilitas yang tengah dibangun. Dengan demikian, produksi maggot ditargetkan dapat mencapai 15 ton per hari.

Upaya menggandeng mitra di berbagai daerah tersebut bukan semata-mata misi lingkungan untuk mengurangi sampah. Program kemitraan ini juga untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.  "Ekonomi para mitra Greenprosa alhamdulilah berhasil meningkat, dari yang tadinya pengangguran jadi bisa memberi lapangan pekerjaan untuk orang lain," kata Arky.

Akan tetapi, berbagai upaya mereka tidak terbebas dari kendala. Masih banyak dari mitra yang kesulitan mendapatkan sampah organik, atau dimintai bayaran untuk mendapatkan sampah organik.

Untuk itu, ia berharap berbagai program dan upaya yang dikerahkan Greenprosa dapat menjembatani para mitra dan pemerintah daerah dalam menjadi solusi penguraian sampah di lingkungan mereka.

#Kerjasama Dengan Taman Safari Indonesia

Seiring dengan besarnya manfaat lingkungan dan ekonomi dari budi daya maggot ini, berbagai pihak pun berupaya untuk menjalin kerja sama dengan Greenprosa. Salah satu yang mulai tertarik untuk melakukan budi daya maggot adalah Taman Safari Indonesia.

Menurut Arky, nantinya sampah-sampah yang ada di TSI, mulai dari kotoran hewan hingga sampah yang ditampung di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di TSI akan diurai dan menjadi pakan budi daya maggot.

Kerjasama ini akan menghasilkan dua produk dari program daur ulang sampah di TSI yakni maggot kering yang bisa dijadikan pakan ternak dan pupuk organik hasil penguraian maggot atau yang biasa disebut kasgot (bekas maggot).

"Kapasitas yang ditargetkan yakni 1 ton maggot per hari untuk satu lokasi, Taman Safari Bogor. Setelah Bogor, insyaallah taman safari yang lainnya akan secara bertahap dilaksanakan," ujar Arky.

Menurut General Manager Taman Safari Indonesia (TSI) Emeraldo Parengkuan, Taman Safari Indonesia awalnya menyadari, jumlah sampah yang lumayan banyak di lokasi dapat dikelola dengan lebih baik, seiring dengan tujuan ke depan TSI menuju ramah lingkungan.

"Kami terpikir sampah akan kami kelola dengan lebih baik bekerja sama dengan Greenprosa yang berpengalaman membuat konsep pengelolaan sampah," ujar Emeraldo.

Sebelumnya pengelolaan sampah di TSI bekerjasama dengan pihak swasta yang melakukan pengumpulan sampah, sementara untuk kotoran satwa dikelola sendiri untuk dijadikan pupuk.

Sampah yang didaur ulang tidak hanya dari satwa, tetapi juga dari pengunjung di TSI Bogor. Selama ini TSI menghasilkan sekitar 6 ton sampah sehari, dengan sebanyak 2 ton sampah pengunjung tergantung keramaian. Dengan maggot, TSI berharap bisa mencapai tujuannya untuk zero waste.

"Sampah akan didaur semaksimal mungkin dan sebagian kami akan budi daya maggot berkualitas yang dapat digunakan untuk (pakan) satwa kami," tutur Emeraldo.

Dalam kerjasama ini, TSI akan menyediakan lahan dan mendirikan prasarananya, pihak Greenprosa akan membuat konsep dan kelola dalam bentuk bagi hasil. Saat ini, fasilitas dan sarananya sedang dibangun, dan diharapkan di kuartal pertama 2023 sudah mulai berjalan.

Selain daur ulang sampah organik dari lingkungan TSI, kerja sama dengan Greenprosa ini juga menyasar sampah organik domestik dari warga sekitar TSI. Kegiatan ini merupakan bentuk aksi tanggung jawab sosial TSI untuk kawasan Cisarua.

Pengelolaan sampah di TSI Bogor ini akan menjadi percontohan bagi unit bisnis TSI lainnya. Kerjasama daur ulang sampah dengan menggunakan budi daya maggot juga akan berlanjut di seluruh kebun binatang di bawah naungan Taman Safari Indonesia, seperti Taman Safari Jatim, Bali Safari Marine Park, dan Jakarta Aquarium Safari.

Ke depannya pengunjung juga dapat melihat pengelolaan sampah dan menjadi bagian dari edukasi, selain edukasi satwa juga limbahnya. Dengan demikian diharapkan, kesadaran masyarakat mengenai sampah dan cara pengelolaan sampah yang ramah lingkungan semakin meningkat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement