REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Istri penyair sekaligus pejuang hak asasi manusia (HAM) Wiji Thukul, Dyah Sujirah atau Sipon tutup usia, Kamis (5/1/2023). Sosoknya yang kuat masih lekat di mata keluarga serta teman-temannya.
Kakak Sipon, Sarijo (64) mengungkapkan adik perempuannya adalah anak kelima dari enam bersaudara. Menurutnya, almarhumah Sipon memiliki sifat yang tabah dan tak kenal menyerah. Apalagi terkait mencari kabar suaminya Wiji Thukul yang telah menghilang hampir seperempat abad.
"Berusaha mencari tiap hari sampai berpuluh-puluh tahun gak ketemu, ya nyari terus. Namanya berusaha tapi sampai sekarang dia sudah pupus to," kata Sarijo.
Sarijo menjelaskan semasa kecilnya Sipon sering sakit-sakitan. Oleh sebab itu, dari yang tadinya bernama Dyah Sujirah kemudian yang bersangkutan berganti nama menjadi Sipon. Semasa hidupnya, Sipon selalu mengikuti jejak suaminya. Bahkan dengan setia tetap mendukung Wiji Thukul dari belakang.
"Yang ngikutin jejak suaminya dia support suaminya tidak pernah menghalang-halangi. Yang saya salut seperti itu walaupun sehari makan sehari tidak makan. Sampai sering pindah rumah kontrakan tapi tetap setia sama suami sampai sekarang tidak bergeming," terangnya.
Menurut Hastin Dirgantari, sahabat sekaligus juru bicara keluarga, Sipon adalah sosok yang pemberani. Namun sayang sebelum sosok Wiji Thukul ditemukan Tuhan telah memanggil Sipon ke Rahmatullah.
"Mbak Sipon sosok yang bersemangat, dia pemberani. Dia selalu membuat orang lain termotivasi untuk berjuang hingga titik penghabisan. Dia sudah lakoni semua, dia pergi kemana-mana untuk mencari suaminya," katanya.
Selain itu, kata dia, sebelum meninggal Sipon sempat merasakan takut. Secara tersirat Sipon merasa perjuangannya untuk mendapatkan keadilan belum selesai. "Dia ingin menyelesaikan tapi Tuhan belum mengizinkan," terangnya.
Hastin menjelaskan perjuangan tersebut adalah untuk membersihkan nama Wiji Thukul yang dicap subversif. Hal tersebut sesuai dengan Keppres Nomor 17 tahun 2022 yang baru ditetapkan pada 26 Agustus 2022 lalu. Kepres tersebut berisi tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu.
"Istilahnya dalam hal keadilan Mbak Pon belum menerima keadilan, dalam hal hukumnya, dalam hal lain belum.
Terkait bantuan atau ganti rugi dari pemerintah juga belum ada. "Karena Keppres itu untuk rehabilitasi, kompensasi, tapi baru kemarin selesai PPHAM-nya itu menyelesaikan tugasnya, malah Mbak Sipon sudah gak kuat," ujarnya.
Ia berharap Presiden Jokowi bisa menyelesaikan semua dengan baik. "Titip pesan buat Pak Jokowi supaya menyelesaikan semua dengan baik, supaya teman-teman keluarga yang lain jangan pergi dulu sebelum didapat," katanya.
Menurut Hastin, banyak keluarga orang-orang penghilangan paksa yang sudah meninggal sehingga tidak bisa menikmati keadilan yang mereka peroleh.
"Sehingga saya pesan menyelesaikan secara hukum, kalau bisa juga rehabilitasi dan kompensasi dari pemerintah supaya nama Wiji Thukul bersih lagi soale dari dulu masih dianggap subversif," katanya.