REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemerintah berencana membatasi penjualan gas elpiji 3 kilogram di warung-warung kecil. Rencana kebijakan tersebut mendapat respons beragam dari warga.
Kurniawan (32 tahun), menilai kebijakan tersebut memberatkan. "Dengan adanya kebijakan tersebut, saya rasa memberatkan ya," kata Kurniawan kepada Republika, Senin (16/1/2023).
Menurutnya kebijakan tersebut bisa membuat kelangkaan di masyarakat. Apalagi harga-harga bahan pokok naik usai harga BBM naik.
"Setelah harga BBM yang naik yang membuat harga-harga bahan pokok naik, di tambah lagi mau ada kebijakan gas 3 kilogram ini, bisa membuat kelangkaan di masyarakat, yang ujung-ujungnya masyarakat lagi yang kena imbasnya," ujarnya.
Ia berharap rencana kebijakan tersebut dikaji ulang. Bahkan dirinya mengusulkan agar pemerintah membatalkan rencana kebijakan tersebutm "Kalau perlu di batalkan di tengah masyarakat yang berusaha bangkit ekonominya pasca-Covid-19," ucapnya.
Nantinya distribusi elpiji 3 kilogram hanya bisa diakses di agen maupun penyalur resmi. Masyarakat bisa membeli dengan menunjukan KTP. Ia pun mempertanyakan keamanan data masyarakat yang membeli gas.
"Jelas mempersulit, biasanya saya bisa beli gas 3 kilogram di warung dekat dengan rumah, dengan adanya kebijakan tersebut saya nggak tahu harus cari di mana, apalagi harus beli dengan KTP, aman nggak nanti data KTP saya, jangan-jangan di salah gunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab," katanya.
Hal senada juga disampaikan Yuli (47 tahun). Ibu rumah tangga itu menikai akan butuh pengeluaran tambahan jika lokasi penyalur elpiji jauh dari rumah.
"Biasanya beli di warung tinggal jalan sekarang harus di penyalur ya adoh (jauh) toh, harus pakai motor. Belum lagi ibu-ibu yang nggak bisa bawa motor piye?" keluhnya.
Ia berharap kebijakan tersebut tidak diterapkan. Pemerintah dinilai perlu memikirkan dampak kebijakan tersebut.