REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RUU Perampasan Aset masih menjadi polemik usai permintaan dukungan Menkopolhukam kepada Ketua Komisi III DPR RI. Apalagi, hingga kini draf RUU Perampasan Aset itu masih belum diserahkan pemerintah kepada DPR RI.
Anggota Komisi III DPR RI, Santoso berharap, draf RUU Perampasan Aset dapat diserahkan terlebih dulu ke DPR untuk dibahas, sebelum disampaikan ke publik. Ia menilai, itu penting guna mencegah timbulnya kontroversi di tengah masyarakat.
"Dengan didahului rapat paripurna tentang persetujuan dibahasnya RUU itu," kata Santoso. Ditekankan, itu perlu dilakukan agar tidak menimbulkan persepsi terkait isi-isi dari draf RUU Perampasan Aset.
Karenanya, langkah ini dirasa perlu demi mencegah yang beredar ke publik berbeda dengan draf yang diajukan pemerintah. "Ini sering terjadi, dalam sebuah RUU, drafnya belum diterima DPR dan belum dibahas, tapi beredar draf RUU yang berbeda isinya," ujar Santoso.
Selain itu, menurut dia, DPR RI dengan tangan terbuka akan menerima draf RUU Perampasan Aset jika memang sudah dibuat dan diselesaikan pemerintah. Santoso menyampaikan, itu penting agar dapat memberikan kejelasan kepada publik.
Kemenkumham sendiri melalui Wamenkumham berdalih draf RUU Perampasan Aset sudah selesai. Tapi, Santoso mengingatkan, draf RUU Perampasan Aset yang direncanakan akan dikirim pemerintah itu belum diterima oleh DPR RI.
"Memang sampai saat ini draf RUU itu belum diserahkan oleh Pemerintah ke DPR," kata Santoso.
RUU Perampasan Aset masuk dalam Prolegnas 2023 sebagai bagian usulan pemerintah. Karenanya, pemerintah harus serahkan RUU Perampasan Aset ke DPR sebagai bentuk dari penyelesaian tugas pemerintah dalam menyusun RUU Perampasan Aset tersebut.