REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota Yogyakarta serius mewujudkan Malioboro sebagai kawasan publik yang bersih, nyaman, dan ramah untuk semua kalangan, termasuk anak-anak dan ibu hamil. Salah satu langkah konkretnya adalah menata ulang kawasan Malioboro agar terbebas dari polusi asap rokok, namun tetap memperhatikan hak perokok melalui penyediaan tempat khusus merokok (TKM).
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, tak menampik bahwa masih banyaknya pejalan kaki termasuk wisatawan yang merokok di sepanjang Malioboro. Hal ini, menurutnya, mengganggu kenyamanan masyarakat umum, khususnya kelompok rentan. Akan tetapi, ia tak ingin upaya yang dilakukan hanya semata soal penertiban. Kata dia, pelarangan harus dilakukan secara bijak termasuk memastikan bahwa masyarakat, terutama perokok, juga difasilitasi dengan ruang yang tepat sebelum regulasi diberlakukan.
"Malioboro ini sebagai sumbu filosofi harus kita tunjukkan dan jaga sebagai kekayaan dunia yang ada di Yogyakarta, makanya mari kita siapkan bersama-sama," ungkap Hasto saat melaunching Tempat Khusus Merokok di Kawasan Malioboro, Rabu (2/7/2025).
"Kalau mau melarang harus sudah mengukur, apakah warga itu sudah disiapkan tempat untuk merokok dan ini menjadi salah satu upaya, menyediakan tempat merokok termasuk di Hotel Malyabhara dan Plaza Malioboro," ucapnya, menambahkan.
Sejauh ini, Hasto menyampaikan Pemkot telah memetakan 22 titik tempat khusus merokok, namun baru 14 titik yang dinyatakan memenuhi syarat sesuai regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dari hasil verifikasi tim Satgas KTR Kota Yogyakarta, 14 lokasi yang telah memenuhi kriteria sebagai TKM adalah Solaria (lantai 1 Plaza Malioboro), Pawon Serumpun, Excelso Plaza Malioboro, Platinum Grill Plaza Malioboro, Reddog Mixue Malioboro, Karta Coffee & Eatery, Kala Jumpa Bar & Dine (Aveta Hotel), Starbucks Malioboro.
Kemudian juga terletak di Solaria Malioboro (depan Halte Transjogja), KFC Food Point Malioboro, Benteng Vredeburg, Teras Malioboro 1 (lantai 1), K3Mart Malioboro dan Burger King Malioboro. Ia mengatakan jumlah ini masih tergolong sedikit mengingat jumlah wisatawan yang berkunjung ke Malioboro sangat banyak.
Ia pun memastikan masih akan ada penambahan titik TKM lain . Harapannya langkah ini bisa menjadi contoh penataan kawasan publik lainnya ramah semua orang, bebas polusi, dan tetap mengakomodasi kebutuhan kelompok tertentu secara adil.
"Saya sudah menyampaikan kepada Kepala Dinas, nanti kita identifikasikan titik-titik yang ada di Malioboro ini, mana aja yang memungkinkan untuk space smoking area, Itu ada 14 nanti yang kurang di sebelah sana (arah Kantor Kepatihan hingga Titik Nol Kilometer). Saya memberikan waktu 2 minggu kepada Kepala Dinas Kesehatan, Pariwisata, kebudayaan untuk berkoordinasi dengan Dinas perhubungan untuk menentukan itu, saya beri waktu sampai tanggal 15 Juli," ungkap Hasto.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, mengatakan terdapat tiga ketentuan utama dalam penetapan tempat khusus merokok di kawasan Malioboro. Yang pertama, harus berupa ruang terbuka yang terhubung langsung dengan udara luar agar sirkulasi udara berjalan baik. Kedua, lokasi tersebut harus terpisah dari gedung utama atau ruang aktivitas lain, meskipun masih berada dalam satu area. Ketiga, tempat merokok wajib berada jauh dari pintu masuk dan keluar serta tidak berada di jalur lalu lintas pejalan kaki.
Ia menegaskan bahwa 14 titik ini telah diverifikasi oleh Satgas KTR dan telah dinyatakan layak. 8 titik lainnya masih dalam tahap penyesuaian, termasuk di Teras Malioboro 2, Teras Malioboro 1 (lantai 3), gedung DPRD DIY, serta beberapa usaha dan gerai lainnya.
"Ada 22 tempat tetapi baru 14 yang memenuhi syarat sebagai tempat merokok sesuai ketentuan," ujar Emma.

Sementara itu, Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta, Octo Noor Arafat, terus memperkuat pengawasan terhadap penerapan KTR di Malioboro, apalagi di musim liburan saat kunjungan wisatawan meningkat. Dari data yang tercatat, Octo menyebut bahwa pelanggaran terus menurun dalam beberapa bulan terakhir. Data menunjukkan tren penurunan yang cukup signifikan dari awal tahun hingga Juni.
"Kalau melihat trennya, pelanggaran dari bulan Januari ada 310, Februari 169, Maret 84 karena ini puasa, kemudian April 245, Mei 236, Juni turun menjadi 93," ucap Octo.
Octo juga mengungkapkan banyak wisatawan sebenarnya memberi tanggapan positif atas kebijakan KTR di Malioboro, namun mereka butuh kejelasan arah tempat merokok yang diperbolehkan. Menurut Octo, upaya ini juga mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi dan Dinas Kebudayaan DIY dalam hal penyediaan rambu-rambu (signage) yang jelas.
"Sehingga nanti ini juga mendapatkan support dari pemerintah provinsi, dari dinas kebudayaan provinsi bagaimana membuat signage yang jelas di kawasan Malioboro ini, apakah itu tempat khusus merokok seperti apa kemudian signage larangannya," ungkapnya.