REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peristiwa kecelakaan maut bus yang terjun ke jurang sungai di kawasan wisata Guci, Tegal, Jawa Tengah, Ahad (7/5/2023) lalu, masih menyisakan kepedihan. Terutama bagi para korban selamat, yang berasal dari jamaah majelis taklim di Tangerang Selatan.
Saat ini, mereka yang mengalami luka-luka, sudah menjalani perawatan di rumah sakit di Tangsel. Kahoy Amiruddin, warga Kayu Gede Dua, Serpong Utara, Tangerang Selatan (Tangsel), lantas menceritakan detik-detik kecelakaan tersebut.
Ia mengaku, tak menyangka pengalaman pertama ikut kegiatan berziarah ke kawasan Guci, menjadi hal yang mengerikan baginya. Dalam kecelakaan maut tersebut, Kahoy beserta sang istri mengalami sejumlah luka-luka pada tubuhnya.
Kahoy menuturkan, sebelum kecelakaan terjadi pada sekira pukul 09.00 WIB, dirinya masuk ke bus dan tidur di dalamnya. Lantas, tanpa diduga, dia kaget karena secara tiba-tiba mendengarkan suara gemuruh pada tubuh bus, yang serta merta mengundang teriakan dari para penumpang yang ada di dalamnya.
“Saya tidur di dalam bus. Duduk di kursi ketiga atau keempat dari belakang. Pas tahu-tahu mobil gelongsor, ya saya ingatnya sudah gulang guling bledag bledug, langsung ke kali (sungai) gitu kan,” ujar Kahoy kepada wartawan di Rumah Sakit Umum (RSU) Serpong Utara, Tangsel.
Pada saat itu, kondisi menjadi mencekam. Bus yang bergoyang-goyang membuat orang-orang yang ada di dalamnya berteriak keras. Tak ayal, orang-orang di luar bus yang menyaksikan pergerakan aneh bus tersebut pun turut berteriak kencang.
“Teriak (penumpang di dalam bus). Yang di luar juga teriak, sudah ngejar-ngejar gitu. Saya sadar (waktu bus gulang guling). Kok begini? Bledag bledug dua atau tiga kali. Waduh, mengerikan benar itu rasanya,” ungkap Kahoy.
Begitu bus mengarah ke kali dan terguling ke dalam jurang, para penumpang tumpah ruah. Kahoy berjuang menyelamatkan diri dengan tertatih-tatih.
“Saya keluar, sempat juga tarik-tarik orang yang di air (kali). Takut orang tenggelam, kan saya minta tolong gitu. Ditolong sih sama orang pada di atas, banyak,” kata dia menjelaskan.
Nyawa Kahoy pun terselamatkan bersama dengan puluhan orang lainnya. Namun, dia mengalami sejumlah luka, di antaranya di bagian jidat dan punggung. Sementara itu, sang istri diduga mengalami patah kaki.
“Saya ikat nih yang di punggung samping, bekas benturan. Terus jidatnya dapat lima jahitan kayaknya. Istri saya kondisinya di kaki digips. Patah atau enggak tahu dah, retak mungkin,” tutur dia.
Kahoy mengaku setelah mendapat perawatan medis, luka-luka pada bagian tubuhnya terasa lebih membaik. “Kondisi saya sudah membaik,” kata dia.
Menurut Kahoy, bus yang ditumpangi olehnya dan rombongan dinilai dalam kondisi baik. Namun, peristiwa nahas tersebut diduga terjadi karena kelalaian sopir yang meninggalkan bus dalam kondisi mesin hidup, sementara ganjalan ban tidak kuat.
“Kondisi mobil mah sehat. Cuma memang kelalaian sopir kayaknya mah itu. Mobil mungkin enggak diganjal lagi apa gimana ya. Pas orang banyak enggak ketahan rem tangan itu. Ya gelongsor dah, pas sopir enggak ada di situ lagi,” kata dia menjelaskan.
Sepengetahuan Kahoy, sang sopir pada saat itu sedang berada di warung dan tengah ngopi. Adapun, berdasarkan penglihatannya, kondisi tempat parkir bus juga dinilai membuat hatinya merasa tidak nyaman. “Memang kepikiran, naikannya (tanjakan) tajam tikungannya. Pikirannya enggak enak aja,” ujarnya.
Kahoy mengungkapkan rasa kesedihannya atas musibah yang hingga Senin (7/5/2023) telah memakan dua korban jiwa tersebut. Insiden itu mungkin saja tak akan terlupakan di dalam hidupnya, terlebih merupakan pengalaman pertama ikut berziarah. “Saya baru kali ini (ikut ziarah),” kata dia.