Kamis 18 May 2023 05:44 WIB

Kasus Mafia Tanah Desa di Sleman Rugikan Negara Hingga Rp 2,9 Miliar

Kejati DIY menetapkan tersangka baru yang merupakan lurah Caturtunggal.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
 Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DIY, Muhammad Anshar Wahyuddin, saat menjelaskan perkembangan penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) Caturtunggal di Kantor Kejati DIY, Kota Yogyakarta.
Foto: Silvy Dian Setiawan
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DIY, Muhammad Anshar Wahyuddin, saat menjelaskan perkembangan penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) Caturtunggal di Kantor Kejati DIY, Kota Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) di Caturtunggal, Depok, Kabupaten Sleman, DIY, merugikan negara hingga Rp 2,9 miliar. Jumlah tersebut naik dari yang sebelumnya yakni Rp 2,4 miliar, setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh Kejati DIY.

Hal ini dikatakan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY, Muhammad Anshar Wahyuddin, usai pemeriksaan lebih lanjut terkait kasus mafia TKD ini. Pada Rabu (17/5/2023), Kejati DIY menetapkan tersangka baru berinisial AS yang merupakan lurah Caturtunggal.

AS ditetapkan sebagai tersangka kedua, setelah sebelumnya RS juga sudah ditetapkan sebagai tersangka yang merupakan Direktur Utama dari PT Deztama Putri Sentosa. RS sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka pada April 2023 lalu, karena membangun hunian di atas TKD yang tidak sesuai izin pemanfaatan TKD yang dikeluarkan gubernur DIY.

"Perbuatan tersangka RS dengan tersangka AS telah merugikan keuangan negara cq Desa Caturtunggal sebesar Rp 2,9 miliar. Jadi kemarin waktu pertama tersangka RS kerugian (ditaksir) Rp 2,4 miliar, sekarang ada peningkatan. Ternyata setelah kita periksa lagi, (kerugian) menjadi Rp 2,9 miliar," kata Anshar di kantor Kejati DIY, Kota Yogyakarta.

Penetapan AS sebagai tersangka karena melakukan pembiaran terhadap penyimpangan pemanfaatan TKD yang dilakukan PT Deztama Putri Sentosa. Pasalnya, AS dikatakan tidak melaksanakan tugasnya untuk melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan PT Deztama Putri Sentosa agar sesuai dengan peruntukannya dalam memanfaatkan TKD.

"Perannya tersangka (AS) ini tidak melaksanakan tugas untuk melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan TKD tersebut," ujar Anshar.

Terkait dengan AS yang diduga menerima gratifikasi atau imbalan dari RS, pihaknya masih melakukan penyelidikan lebih lanjut. Meski begitu, tidak menutup bahwa AS menerima imbalan dari pihak pengembang.

Kejati masih akan memeriksa beberapa saksi lainnya terkait hal itu, termasuk kedua tersangka yakni AS dan RS. "Untuk selanjutnya, masalah gratifikasi nanti kita pengembangan selanjutnya. Ini (AS) melawan hukumnya mengenai pembiaran dulu," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement