Ahad 28 May 2023 07:36 WIB

Gelar Seminar Nasional, BEM KM UGM Bahas Kebijakan Power Wheeling

Seminar ini diharap bisa memantik diskusi isu energi baru terbarukan di daerah lain.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) menggelar Seminar Nasional dengan tema
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) menggelar Seminar Nasional dengan tema

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) menggelar Seminar Nasional dengan tema 'tantangan konstitusi dan peluang transisi energi di Indonesia dampak kebijakan power wheeling dari perspektif legal, transisi energi, ketahahan energi, dan ekonomi' di Hotel UC UGM, Jumat (26/5/2023). Ketua BEM KM UGM Gielbran Muhammad Noor mengatakan seminar nasional tersebut digelar untuk mendiseminasikan informasi kepada publik terkait power wheeling.

"Harapannya setelah selesai pada kesempatan hari ini, pulang ke rumah masing-masing, pulang ke kos masing-masing, kita punya persamaan persepsi, kita wawasan horizon yang luas terkait apa yang sejatinya terjadi, apa yang sebenarnya akan berdampak ketika power wheeling ini dilaksanakan," kata Gielbran dalam sambutannya, Jumat (26/5/2023).

Gielbran menyebut power wheeling hanyalah salah satu contoh dari berbagai macam isu di Indonesia. Ia berharap melalui kegiatan seminar bisa memantik diskusi terkait isu energi baru terbarukan di daerah lain.

"Itulah mengapa BEM KM UGM juga mengundang seluruh BEM se-indonesia, Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Sulawesi dan sebagainya coba kita undangkan untuk sama-sama menggaungkan sama-sama mendesemininasikan informasi agar apa yang didapat hari ini mampu tersampaikan ke seluruh Indonesia," ucapnya.

Sekretaris Direktorat Kemahasiswaan UGM, Hempri Suyatna dalam sambutannya menilai bahwa isu energi baru terbarukan merupakan isu menarik. Ia pun menyoroti keberlanjutan berbasis komunitas yang dirasa bermasalah. 

Selain itu Hempri juga mengingatkan pentingnya rancangan undang-undang EBT yang akan dibahas DPR untuk memperhatikan kepentingan rakyat. Prinsip demokrasi ekonomi menurutnya perlu dikedepankan dalam perumusan RUU tersebut.

"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, ini saya kira jadi hal penting bagaimana teman-teman mahasiswa bisa mengawal itu," ungkapnya.

Ia mengatakan jangan sampai RUU EBT nantinya tidak memfasilitasi kepentingan negara atau justru malah memfasilitasi kepentingan asing. Sebab hal tersebut menurutnya justru bertolak belakang sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 pasal 33 ayat 3.

"Praktik-praktik liberalisasi itu kan semakin masif di  tanah air, sehingga temen-temen mahasiswa saya kira menjadi penjaga gawang di garda terdepan mengawal undang-undang ini," katanya.

Koordinator Presidium Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas), R Abdullah, mengatakan bahwa di era Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri, serikat pekerja dan masyarakat diberi ruang untuk berpartisipasi dalam pembentukan undang-undang, misalnya seperti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Sistem Jaminan Sosial Nasional. 

Namun sejak paruh waktu 2011, partisipasi rakyat dinilai kurang diberi kesempatan. Terbaru bagaimana UU Cipta Kerja mendapat penolakan dari masyarakat dan buruh.

"RUU power wheeling, kami berharap banyak agar ada partisipasi. Khususnya kalangan akademisi, pakar, khususnya mahasiswa. Agar UU tadi bermanfaat bagi kepentingan masyarakat," ungkapnya.

Seminar Nasional menghadirkan sejumlah pembicara diantaranya Anggota Dewan Energi Nasional Periode 2009-2014 dan Periode 2014-2019, Tumiran, pengamat Kebijakan Publik Sofie Wasiat, Praktisi dan Dosen Fakultas Hukum UGM, Mailinda Eka Yuniza. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement