REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penangkapan bayi lobster atau benih bening lobster (BBL) masih marak terjadi di sepanjang pantai di Kabupaten Gunungkidul, DIY. Hal ini disampaikan Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari.
Ia juga menyebut bahwa nelayan dari luar Gunungkidul masuk ke wilayah tersebut melakukan penangkapan benih lobster secara ilegal dalam beberapa bulan terakhir.
"Maraknya illegal fishing bayi lobster akan berdampak serius pada nasib nelayan tangkap jangka menengah dan jangka panjang. DIY akan kehilangan potensi nilai tambah dari lobster," kata Andriana belum lama ini.
Untuk itu, ia meminta agar Pemda DIY memberi perhatian lebih terkait penangkapan benih lobster ilegal ini. Pasalnya, penangkapan ilegal ini bisa berdampak signifikan terhadap nelayan jika dibiarkan secara terus-menerus.
"Pemda DIY, khususnya biro hukum dan dinas teknis melakukan telaah hukum atas kasus ini, dan berbagai dampaknya untuk jangka menengah dan jangka panjang," tegas Andriana.
Dari hasil pengamatan di lapangan, katanya, nelayan lokal juga mulai melakukan penangkapan ilegal. Padahal, nelayan lokal ini awalnya sudah berkomitmen untuk tidak melakukan penangkapan benih lobster secara ilegal.
"Yang semula berkomitmen untuk tidak melakukan penangkapan BBL, mulai ikut melakukan perburuan BBL juga. Lokasi penangkapan BBL dipenuhi ratusan perahu penangkap BBL yang berderet puluhan kilometer laut Gunungkidul," ungkapnya.
Andriana menuturkan, sebelumnya nelayan lokal tidak melakukan penangkapan benih lobster di sepanjang pantai Gunungkidul. Namun, dikarenakan ada pembiaran terhadap nelayan luar masuk ke Gunungkidul, para nelayan lokal mulai memodifikasi perahu untuk bisa digunakan menangkap benih lobster.
Selain itu, ia juga menekankan supaya Pemda DIY segera berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. Utamanya agar ada perlindungan terhadap keberlanjutan lobster, dan perlindungan usaha perikanan tangkap berbasis lobster yang harus menguntungkan nelayan lokal dalam jangka panjang.