Rabu 14 Jun 2023 06:26 WIB

Pendidikan Khas Kejogjaan Diyakini Bisa Tekan Kasus Perundungan di DIY

Uji coba PKJ telah diluncurkan pada awal Juni 2023.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Siswa SD Negeri Bantul sedang mengikuti pelajaran (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Siswa SD Negeri Bantul sedang mengikuti pelajaran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Maraknya kasus perundungan dan kenakalan remaja seperti klitih di DI Yogyakarta, menjadi salah satu alasan pentingnya Pendidikan Khas Kejogjaan (PKJ).

Menurut Ketua Dewan Pendidikan DI Yogyakarta, Prof Sutrisna Wibawa, PKJ merupakan strategi DIY untuk membentuk karakter anak-anak usia sekolah.

"Itu kan prihatin sekali anak-anak banyak dibully, makanya kembali ke softskill dan karakternya. Itu kan daerah memiliki strategi dan inovasi sendiri untuk itu," ujar Sutrisna kepada Republika, Selasa (13/6/2023).

PKJ merupakan lanjutan dari pendidikan berbasis budaya dan tata nilai yang dikhususkan mengenai Yogyakarta untuk anak-anak yang berada di lingkungan setempat. Ia memaparkan, uji coba PKJ telah diluncurkan pada awal Juni 2023 ini di sebanyak 60 sekolah.

Mulai dari jenjang PAUD, TK, SD, SMP, SMA/SMK, dan 15 PTN dan PTS di seluruh DI Yogyakarta. Materinya pendidikan berbasis budaya Yogya, yang terimplementasi di semua mata pelajaran terkait.

PKJ akan mengajarkan perilaku sopan santun hingga tata nilai budaya lokal. "Pelajaran seperti seni dan mulok bahasa Jawa itu substansinya berupa tata nilai Yogyakarta untuk dipahami dan dilaksanakan," katanya.

Menurut dia, PKJ juga merupakan inovasi dan strategi pendidikan yang mengangkat kekayaan budaya. Adanya PKJ akan menguntungkan bahkan siswa yang bukan asli DIY.

"Indonesia ini kan bangga dengan kekayaan budaya, sehingga ciri khas Yogyanya itu bisa kita angkat. Anak-anak dari luar Yogya juga akan mengambil keuntungan dari situ, anaknya menjadi sopan dan karakternya baik," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement