Jumat 07 Jul 2023 22:02 WIB

Bahas Isu Global Prolintan, ISSAAS Gelar FGD Bersama Stakeholders

Penggunaan prolintan menjadi salah satu isu yang terus bermunculan.

The International Society for Southeast Asian Agricultural Sciences (ISSAAS) Indonesia Chapter menggelar kegiatan focus group discussion (FGD) berkaitan dengan isu global Produk Perlindungan Tanaman (Prolintan). FGD yang dilakukan di IPB International Convention Centre, Kamis (6/7/2023) di Kota Bogor tersebut mengundang instansi dan pihak terkait untuk memaparkan tupoksi, tantangan dan upaya strategis lintas sektoral.
Foto: dokpri
The International Society for Southeast Asian Agricultural Sciences (ISSAAS) Indonesia Chapter menggelar kegiatan focus group discussion (FGD) berkaitan dengan isu global Produk Perlindungan Tanaman (Prolintan). FGD yang dilakukan di IPB International Convention Centre, Kamis (6/7/2023) di Kota Bogor tersebut mengundang instansi dan pihak terkait untuk memaparkan tupoksi, tantangan dan upaya strategis lintas sektoral.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- The International Society for Southeast Asian Agricultural Sciences (ISSAAS) Indonesia Chapter menggelar kegiatan focus group discussion (FGD) berkaitan dengan isu global Produk Perlindungan Tanaman (Prolintan). FGD yang dilakukan di IPB International Convention Centre, Kamis (6/7/2023) di Kota Bogor tersebut mengundang instansi dan pihak terkait untuk memaparkan tupoksi, tantangan dan upaya strategis lintas sektoral.

Ketua Tim Teknis Komisi Pestisida, Prof Dadang, mengatakan, FGD ini bertujuan agar stakeholders memiliki pemahaman yang sama sekaligus mendorong upaya strategis dengan semua pemangku kebijakan dan kepentingan di sektor pertanian Indonesia.

"Juga untuk mendorong kajian berbasis ilmiah dan juga penggunaan data yang dapat dipertanggungjawabkan dalam mengantisipasi kebijakan-kebijakan global dalam bidang prolintan. Selain itu juga untuk membangun sinergi dalam menghadapi tantangan pertanian di tingkat global," ujar Dadang.

Dadang yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Pertanian IPB dan Regional Secretary of ISSAAS Indonesia Chapter ini menjelaskan, kehadiran teknologi modern dan dukungan kebijakan baik di dalam negeri maupun dari luar negeri akan membuat pertanian Indonesia lebih siap dalam pemenuhan kebutuhan pangan. 

"Prolintan dengan berbagai ragam bahan aktif dan merk dagang yang diperdagangkan di dunia merupakan hasil teknologi modern yang digunakan untuk kebutuhan program perlindungan tanaman dan kesehatan. Peredaran dan penggunaannya harus mengikuti aturan untuk menghindari terjadinya dampak negatif bagi kesehatan manusia dan lingkungan," paparnya.

Di tingkat global, lanjutnya, penggunaan prolintan menjadi salah satu isu yang terus bermunculan dan menjadi perhatian masyarakat dunia baik secara lembaga maupun sekumpulan negara. 

"Menyikapi munculnya beberapa isu global yang terjadi saat ini perlu adanya upaya dan langkah strategis bagi Pemerintah Indonesia dan Pemangku Kepentingan lainnya untuk bersinergi dalam menyingkapi adanya tantangan tersebut," tegasnya.

Di antaranya adanya Kesepakatan Hijau UE (EU Green Deal) dengan paket kebijakan yang komprehensif antara lain mencakup semua sektor ekonomi, termasuk pertanian yaitu Strategi Farm to Fork, Biodiversity Strategy for 2030 dan Chemicals Strategy for Sustainability yang secara langsung memengaruhi sektor pertanian dan petani di negara-negara yang memiliki hubungan dagang dengan UE. 

Kemudian Notifikasi Uni Eropa kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 6 Juli 2022 terkait Batas Maksimum Residu (BMR) Prolintan berupa penurunan BMR untuk golongan bahan aktif neonikotinoid (NNIC) dapat membatasi perdagangan produk pertanian yang telah memenuhi standar internasional dan kurang menghargai kedaulatan setiap negara untuk menetapkan standar-standar perlindungan konsumen yang sesuai dengan kondisi lokal dan telah mengikuti standar internasional.

"Konvensi Rotterdam merupakan salah satu konvensi internasional yang bertujuan untuk berbagi tanggung jawab dan kerjasama di antara para pihak di dalam perdagangan internasional bahan-bahan kimia berbahaya dan prolintan," katanya.

Pada COP ke-11 bulan Mei 2023, Konvensi Rotterdam mengusulkan 3 (tiga) bahan aktif prolintan yang penting bagi petani dan pertanian di Indonesia masuk ke daftar Anex III. Padahal Indonesia telah memiliki peraturan pendaftaran prolintan yang ketat dan berdasarkan bukti-bukti ilmiah serta telah mengakomodasi standar internasional seperti FAO/WHO/IARC/JMPR. 

"Ada juga Dokumen Pedoman Regional ASEAN untuk Pertanian Berkelanjutan yang dirilis pada pertengahan Mei 2023. Isi dari pedoman tentang Highly Hazardous Pesticides (HHP) dan neonikotinoid (NNI) tersebut melahirkan dorongan untuk melarang HHP tanpa penilaian risiko dan pendekatan mitigasi yang selaras dengan FAO/WHO Code of Conduct," sebutnya.

Dadang berharap agar setelah FGD ini masing-masing stakeholder dalam menyikapi isu global pestisida ini tidak bersikap parsial lagi dan tidak berjuang sendirian namun mempunyai persepsi yang sama dan berjuang bersama-sama untuk kepentingan negara dan bangsa Indonesia. 

"Harapan lain adalah adanya pertemuan lanjutan yang bersifat rutin sehingga pemahaman stakeholders menjadi semakin solid dan juga dapat membahas isu-isu lain yang berkembang, karena itu perlu diupayakan bersama-sama untuk menghadapi tantangan global pertanian mengingat setiap negara unik dan Indonesia sebagai negara tropis memiliki siklus pengendalian HPT yang tidak dapat disamakan dengan negara lain," tukasnya.

Sementara, CropLife Indonesia, sebagai salah satu asosiasi pertanian (non profit) yang berbasis global mendukung dan mengapresiasi inisiatif yang dilakukan oleh ISSAAS Chapter Indonesia. CropLife juga terlibat aktif dalam beberapa diskusi dengan pemangku kepentingan terkait dengan issue yang di hadapi saat ini.

"Kami berkomitmen untuk mendorong dan mempromosikan adopsi teknologi modern pertanian yang aman, tepat guna dan bertanggung jawab," ujar Direktur Eksekutif CropLife Indonesia, Agung Kurniawan.

Hal ini sebagai bentuk dan komitemen CropLife dengan beberapa divisi kerja yang ada di CropLife Indonesia dalam membangun pertanian berkelanjutan. 

"Diharapkan ini mampu mendorong pertumbuhan sektor pertanian sekaligus mampu meningkatkan kesejahteraan petani melalui pendampingan intensif dengan pemanfaatan teknologi pertanian modern di Indonesia," ujar Agung.

CropLife juga berharap kiranya pemerintah Indonesia mengambil posisi yang bijak dengan mengedepankan dan menjunjung tinggi kajian ilmiah dan referensi lembaga internasional dimana Indonesia juga telah memiliki kerangka kebijakan yang cukup komprehensif.

Dalam FGD ini juga digelar sejumlah forum diskusi dengan berbagai topik dari beberapa instansi. Antara lain Kementerian Perdagangan dan Badan Standar Nasional (BSN) menyampaikan update tentang kesepakatan hijau (EU Green Deal) yang berdampak terhadap perdagangan internasional.

Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) menyampaikan update tentang pelaksanaan dan standarisasi Maximum Residue Limits (MRL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Tim Teknis Komisi Pestisida menyikapi isu global tentang Highly Hazardous Pesticide (HHP).

Prof Budiawan, Anggota Tim Teknis Komisi Pestisida dan Guru Besar Fakultas MIPA UI menyampaikan tentang upaya strategis yang mengedepankan kajian ilmiah dan pendekatan yang berbasis analisa risiko (risk) dibandingkan pendekatan berbasis bahaya (Hazard). 

Pentingnya diskusi ini ditandai dengan kehadiran para stakeholders lain seperti akademisi IPB & UI, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Hortikultura, Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorak Kimia Hulu Kementerian Perindustrian, perwakilan industri (Assosiasi Crop Care Indonesia dan CropLife Indonesia).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement