Ahad 09 Jul 2023 05:20 WIB

Disdikpora Temanggung: 30 Persen SD Miliki Kurang 20 Siswa per Kelas

Regruping sekolah memungkinkan, tetapi harus melihat kondisi di lapangan.

Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar (ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TEMANGGUNG -- Sekitar 30 persen dari 442 Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, memiliki siswa di bawah 20 anak per kelas. Kondisi itu diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Temanggung, Agus Sujarwo.

"Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 tingkat SD sebagian besar kuota terpenuhi, tetapi melihat populasi di Temanggung lebih menumpuk di beberapa kecamatan yang memang padat penduduk, seperti Temanggung, Parakan, dan Kranggan," katanya.

Ia menyampaikan suplai jumlah anak usia didik SD memang relatif berkurang dibandingkan dengan jumlah sekolah. Menurut dia, hal ini menjadi mekanisme ke depan untuk melakukan evaluasi dari proses PPDB yang dilaksanakan agar proporsi anak-anak di setiap SD bisa tercukupi dengan kemampuan pendidik, tenaga kependidikan, serta sarana prasarana yang ada.

Menurutnya angka 20 murid per kelas atau rombongan belajar (rombel) itu adalah angka penghitung batasan untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS). "Jadi penghitungan 20 ke bawah murid per kelas dengan 21 ke atas sampai jumlah maksimal 28, nominalnya berbeda. Jadi kami melakukan klasifikasi pembatasan rombel dari basis penghitungan BOS," katanya.

Terkait regruping SD dengan jumlah siswa minim, dia mengatakan memungkinkan, tetapi harus melihat kondisi riil di lapangan, kondisi sosial budaya masyarakat, jarak antara sekolah, dan melihat distribusi guru.

"Regruping harus dengan perencanaan yang matang karena harus melihat beberapa faktor itu, tetapi tetap dimungkinkan adanya regruping. Kami tidak ingin ada ketidakefektifan dalam proses kegiatan belajar mengajar ketika seorang guru hanya berhadapan dengan 1, 2, 3 atau hanya sampai 10 murid, itu tidak efektif," katanya.

Ia menuturkan regruping menjadi pertimbangan, tetapi prosesnya juga harus melihat pelayanan pendidikan secara maksimal. Secara jumlah murid mungkin kurang, tetapi karena di situ tidak ada satuan pendidikan lain, mau tidak mau tetap harus melaksanakan aktivitas di sekolah tersebut.

Agus mencontohkan di berapa titik di Kecamatan Tretep, kalau dilihat usia didik kurang dari 20, tetapi seandainya itu dimerger maka anak-anak untuk mengakses sekolah terdekat jaraknya empat sampai lima kilometer.

"Mau tidak mau sekolah itu tetap harus kami buka, agar layanan pendidikan yang ada dalam wilayah terpencil tetap bisa maksimal," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement