Ahad 09 Jul 2023 16:02 WIB

Pemkab Gunungkidul Masih Bahas Peningkatan Status KLB Antraks

KLB akan berdampak pada kondisi peternakan dan ekonomi peternak.

Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Gunungkidul melakukan penyemprotan dekontaminasi bakteri aktraks di Dusun Jati, Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, Jumat (7/7/2023). Penyemprotan ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit antraks. Menurut Kemenkes, kasus antraks di Dusun Jati sudah bisa masuk kategori kejadian luar biasa (KLB). Karena sudah ada satu kematian suspek antraks, tetapi kewenangan KLB ada di Pemkab Gunungkidul.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Gunungkidul melakukan penyemprotan dekontaminasi bakteri aktraks di Dusun Jati, Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, Jumat (7/7/2023). Penyemprotan ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit antraks. Menurut Kemenkes, kasus antraks di Dusun Jati sudah bisa masuk kategori kejadian luar biasa (KLB). Karena sudah ada satu kematian suspek antraks, tetapi kewenangan KLB ada di Pemkab Gunungkidul.

REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL -- Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), masih melakukan pembahasan peningkatan status kejadian luar biasa (KLB) antraks karena akan berdampak pada kondisi peternakan dan ekonomi peternak di wilayah tersebut.

Bupati Gunungkidul Sunaryanta mengatakan, Pemkab Gunungkidul masih melihat perkembangan ke depan konstelasi antraks di daerah ini.

Baca Juga

"Kalau aman-aman seperti ini dan di lapangan terkendali tidak ada masalah, saya rasa akan kita lihat. Kalau memang diputuskan KLB akan kita lihat nanti," kata Sunaryanta, Ahad (9/7/2023).

Ia mengatakan, Pemkab Gunungkidul memantau dan serius dalam menangani penyakit antraks. Organisasi perangkat daerah (OPD) terkait bergerak cepat melakukan pemantauan dan penanganan agar penyakit antraks dapat dilokalisasi.

"Kami melalui Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan masih melakukan penanganan dan pengawasan supaya antraks tidak meluas," ujarnya.

Sunaryanta menduga sumber penyakit antraks berasal dari luar daerah. Penyebaran penyakit yang dibawa oleh bakteri Bacillus anthracis di wilayahnya muncul belakangan dibanding wilayah lain.

"Sebenarnya antraks kan sudah ada sejak dulu ya. Kita ini dari 2019," kata Sunaryanta.

Di Gunungkidul, dia melanjutkan, kasus antraks kali ini hendaknya menjadi yang terakhir. Wilayah lain lebih dulu terkena antraks dan setelahnya baru muncul di wilayah ini.

"Artinya, antraks yang ada di Gunungkidul ini tidak bersumber utamanya dari kita, tapi dari luar yang masuk ke Gunungkidul," ujarnya.

Anehnya, akhir-akhir ini, bahkan sampai viral, karena masyarakat mengonsumsi ternak mati. Sudah mati, tapi oleh warga justru diambil lagi dagingnya untuk dikonsumsi.

"Akhirnya apa? Penyakit menular bakteri menular. Dari ratusan suspek antraks, satu di antaranya menular kepada manusia," katanya.

Ia mengimbau kepada warga agar bersama-sama menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). "Imbauan saya tentu kepada masyarakat untuk tidak mengonsumsi atau tidak mengulang kembali peristiwa yang terjadi seperti ini," ujar dia.

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul Dewi Irawaty mengatakan, akhir pekan lalu ratusan warga yang tinggal di zona merah penyakit antraks menjalani uji serologi.

Darah yang diambil untuk mengetahui seseorang diketahui positif antraks atau tidak karena penanganan disesuaikan dengan gejala.

"Perkembangan terbaru masih status quo. Menunggu hasil laboratorium kemarin tentunya," kata Dewi Irawaty.

Baca juga : Cara Tepat Menyimpan dan Mengolah Daging agar Terhindar Penyakit Antraks

Dia menjelaskan, uji serologi berlangsung di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo pada (7/7/2023). Sebanyak 143 warga terjadwal melakukan uji serologi.

"Peserta uji serologi merupakan warga terpapar antraks maupun yang merasa perlu melakukan uji sero survei," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement