Rabu 02 Aug 2023 21:35 WIB

'Janoko Ragotik', Gerakan Diet Sampah Ala Pelajar Yogyakarta

Sekolah membeli alat atau mesin pencacah dan pemilah plastik.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Mesin pemilah sampah milik SMP Negeri 15 Yogyakarta.
Foto: Dokumen
Mesin pemilah sampah milik SMP Negeri 15 Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejak diberlakukannya Gerakan Zero Sampah Anorganik dari Pemerintah Kota Yogyakarta, sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta ikut serta dalam memilah sampah di sekolah. Tak terkecuali di SMP Negeri 15 Yogyakarta yang berada di Jalan Tegal Lempuyangan No 61, Yogyakarta.

Kepala Sekolah SMP Negeri 15 Siswanto mengaku sejak 2022 siswa-siswinya diajak untuk diet sampah dengan slogan sekolah ‘Jajan Ora Nganggo Plastik (Janoko Ragotik)’. Terutama saat adanya Kurikulum Merdeka.

Di mana salah satu indikatornya mengenai gaya hidup berkelanjutan. Dari sinilah mulai kesadaran untuk mengurangi sampah plastik.

“Kita menerapkan pilah sampah sudah lama, sejak Kurikulum Merdeka pada Agustus 2022. Salah satu indikatornya adalah gaya hidup berkelanjutan," ujar Siswanto, Rabu (2/8/2023).

"Saya ingin bagaimana bisa memanfaatkan sampah menjadi lebih bernilai bukan kita mengajari anak untuk mengubah sampah jadi bentuk lain tapi menjadi nilai,” tambahnya.

Semenjak itu, sampah yang ada di lingkungan sekolah dibatasi, hanya boleh sampah organik saja yang bisa dijadikan kompos tanaman. Namun pihaknya mengaku, dibutuhkan penyesuaian, terlebih sampah di sekolah banyak dari plastik yang dihasilkan dari makanan siap saji yang dijual di kantin sekolah.

Oleh karenanya, pihak sekolah membeli alat atau mesin pencacah (dihancurkan) dan pemilah plastik. Mesin ini sengaja dipesan untuk membantu mencacah plastik untuk dijadikan barang bernilai.

Jika sudah dipilah dan dicacah maka bisa dibuat berbagai macam kreativitas contohnya saja vas bunga, dakron, dan sebagainya.

“Walaupun belum berfungsi secara rutin, alat ini sangat membantu kami dalam memilah dan mencacah plastik seperti botol bekas minum. Hanya saja saat ini kami masih belum mendapatkan kerja sama atau penampungan untuk sampah plastik yang sudah kami hancurkan,” ujarnya.

Sementara itu, salah satu murid kelas 9B sekaligus sebagai kader keamanan pangan, Sekar Andini Maltas mengungkapkan, sebagai seorang siswi, gerakan mengurangi sampah tentu sangat memerlukan waktu penyesuaian.

Terutama sampah plastik yang dihasilkan saat membeli makanan atau minuman di kantin sekolah. Oleh karenanya, sekolah memberikan peraturan untuk tidak ada plastik di sekolah dan digantikan dengan tempat makan dan minum yang dibawa dari rumah.

“Sebagai siswa kita harus mulai bergerak mengurangi sampah plastik dari rumah dengan menerapkan peraturan sekolah. Peraturan membawa bekal minum dan makan ini sangat membantu mencegah penumpukan sampah di sekolah,” kata dia.

Selain itu, pihaknya juga membantu sekolah dalam menyosialisasikan gerakan mengolah sampah dan bahaya plastik sekali pakai ke siswa lainnya.

"Pastinya karena belum terbiasa itu berat, apalagi kalau memang sudah terbiasa untuk tidak membawa bekal dari rumah berat bagi mereka. Namun sekolah pelan-pelan mengajak kita membawa bekal agar menjadi keterbiasaan kita sampai sekarang,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement